%A NIM.: 04360085 Muhammad Syariful Mar'i %O Pembimbing: Drs. H. Fuad Zein, M.A. dan Fathorrahman, S.Ag. M.Si. %T PORNOGRAFI MENURUT UU PORNOGRAFI DAN FATWA MUI %X memunculkan pro dan kontra. Pihak yang pro berasal dari organisasi massa (ormas) keagamaan seperti MUI, Hizbut Tahrir, dan FPI. Sedangkan pihak yang kontra berasal dari kalangan seniman, artis, akademisi, dan kalangan perempuan. Bagi yang pro berdalih untuk memberantas kemaksiatan, meningkatkan moral masyarakat, melindungi perempuan, dan generasi muda penerus bangsa. Sedangkan pihak yang kontra menganggap UU ini telah mengkriminalkan tubuh perempuan. Munculnya pro dan kontra ini disebabkan oleh konsep pornografi itu sendiri yang memiliki banyak pengertian. Kalangan feminis cenderung menitikberatkan pada aspek feminisme; moralis agamis menitikberatkan pada segi moral dan normanorma agama; sedangkan seniman lebih ingin bebas berekspresi dan menjunjung tinggi karya seni. Berangkat dari masalah di atas, penyusun tertarik untuk meneliti lebih dalam tentang definisi pornografi menurut Undang-Undang Pornografi dan fatwa MUI. Jenis penelitiannya library-research yaitu menjadikan bahan pustaka sebagai sumber data utama. Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistemik sehingga mudah untuk dipahami dan disimpulkan, khususnya memaparkan dan menggambarkan serta menganalisis definisi pornografi menurut UU Pornografi dan fatwa MUI untuk ditarik benang merah menjadi kesimpulan penelitian. Pendekatan penelitian dilakukan dengan pendekatan yuridisnormatif yaitu untuk mengetahui definisi pornografi menurut UU Pornografi dan fatwa MUI . Berdasarkan metode yang digunakan, kajian definisi pornografi menurut UU pornografi dan fatwa MUI. Hasilnya sebagai berikut: 1. Isi dari definisi Undang- Undang Pornografi dan Fatwa MUI secara bahasa tidak menyebut secara spesifik “Sudut Orang yang Melihat, Mendengar, atau Menyentuh”, dan “Tempat dan Waktu”. 2. Fatwa MUI secara bahasa menyebut “Kondisi dan Agama Penduduk Setempat”, sedangkan UU Pornografi tidak menyebut. Dengan demikian terdapat persamaan antara Undang-Undang Pornografi dan Fatwa MUI, yakni sama-sama tidak meninjau “Sudut Orang yang Melihat, Mendengar, atau Menyentuh”, dan “Tempat dan Waktu”. Perbedaannya Fatwa MUI meninjau “Kondisi dan Agama Penduduk Setempat”, tetapi Undang-Undang Pornografi tidak meninjaunya %K Sumber Hukum, Undang-Undang, Pornografi, Fatwa MUI %D 2011 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %L digilib57957