%A NIM.: 05360009 Luqman Vatoni %O Pembimbing: Drs. Makhrus Munajad M.Hum dan Iswantoro, SH.M.H %T WEWENANG PRESIDEN DALAM MEMBERIKAN PENGAMPUNAN MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM %X Membahas persoalan pengampunan dalam hukum positif dan hukum islam, jelas tidak terlepas dari hukum pidana dan tata negara. Hal ini dikarenakan pemberian pengampunan diberikan oleh kepala negara. Seperti yang kita ketahui bahwa hukum positif dan hukum islam sama-sama mengenal pengampunan, tetapi dalam pemberian pengampunan dalam hukum positif dan hukum Islam sangatlah berbeda karena, kedua hukum ini berbeda dalam membagi kategori hukum public maka penyusun berusaha mencari benang merah dari kedua hukum tersebut, dengan jalan membandingkan antara kedua hukum tersebut dengan cara mengetahui bagai manakah kewenangan Presiden dalam memberikan pengampunan menurut hukum positif dan hukum islam dan juga mengetahui bagai manakah persamaan dan perbedaan kewenangan presiden dalam memberikan pengampunan menurut hukum positif dan hukum islam. Penelitian ini berjenis penelitian literer atau pustaka dan bersifat deskriptif-analitis-komparatif, yakni menjelaskan tentang wewenag presiden dalam memberikan pengampunan menurut hukum positif dan hukum islam. Pendekatan yang digunakan disini adalah pendekatan Normatif-Yuridis, dengan cara pendekatan masalah yang diteliti dalam hal kewenagan presiden dalam memberikan pengampunan dilihat dari sisi hukum positif dan hukum islam. Data yang terkumpul dari berbagai sumber yang relevan di analisis secara kualitatif, dengan penalaran deduktif, yang dimaksud deduktif disini adalah hukum-hukum yang sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia, dan hukum islam yang dijadikan landasan dan kaidah-kaidah hukum untuk mendasari kewenangan presiden dalam memberikan pengampunan. Setelah melakukan penelitian ilmiah pada seluruh seluk beluk pengampunan dengan cara membandingkan dari sisi hukum positif dan hukum islam, penyusun dapat menyimpulkan sebagai berikut: bahwa kewenagan presiden dalam memberikan pengampunan menurut hukum positif telah ditetapkan dalam pasal 14 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 ayat 1 dan 2, yang menyatakan bahwa Presiden dalam memberikan grasi dan rehabilitasi harus minta pertimbangan Mahkamah Agung dan Presiden dapat memberikan amnesti dan abolisi harus minta pertimbangan Dewan perwakilan Rakyat. Grasi sendiri diatur dalam Undang-Undang No.22 Tahun 2002 tentang grasi, sedangkan amnesti dan abolisi diatur dalam Undang-Undang Darurat No. 11 Tahun 1954, dan rehabilitasi sendiri disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, pasal 97 ayat 1-3 KUHP. Sedangkan dalam hukum islam wewenag kepala Negara dalam memberikan pengampunan telah ditentukan dalam Al-Quran dan Al-Hadis tetapi hanya terdapat pada jari>mah ta’zi>r saja, dalam jari>mah h}udu>d kepala negara tidak boleh memberikan pengampunan karena merupakan hak Allah, sedangkan dalam jari>mah qis}a>s} diya>t yang berhak memberikan pengampunan adalah korban atau walinya. %K Pengampunan, Wewenag Presiden, Hukum Positif, Hukum Pidana Islam %D 2011 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %L digilib57982