%A NIM.: 05530049 Miftahul Arifin Hasan %O Pembimbing: Prof. Dr. H. Fauzan Naif, MA %T KONSEP OTORITAS MANUSIA DALAM AL-QUR’AN (TELAAH MAKNA SURAT AR-RA’D AYAT 11 MENURUT PERSPEKTIF JAUDAT SAID DAN MUHAMMAD QURAISH SHIHAB) %X Penelitian yang diarahkan untuk mengungkap makna yang terkandung pada surat Ar-Ra’d ayat 11 ini dilakukan dengan upaya pembacaan dan pemahaman pada penafsiran ayat dengan acuan utama pada pemikiran dua tokoh, yakni Jaudat Said dan M. Quraish Shihab, dengan berbagai rumusan masalah yang harus dipecahkan, bagaimana pandangan kedua tokoh mengenai otoritas manusia mengatur kehidupannya? Bagaimana keterkaitan pemahaman antara takdir dan otoritas serta kewenangan manusia menentukan nasibnya? Maka dari itu hasil penelitian ini sangat urgen untuk melihat sisi perbedaan dan persamaan keduanya dalam menafsirkan ayat-ayat motifatif dalam al-Qur’an. Penjelasan akan otoritas manusia dalam mengatur kehidupannya yang terdapat dalam ayat al-Qur’an khususnya pada surat Ar-Ra’d ayat 11 ini mengandung dua unsur pokok yang sangat penting, yakni unsur teologi dan unsur moral atau sosial. Kedua unsur tersebut merupakan materi dakwah al-Qur’an untuk menunjukkan betapa Allah Swt memberi kewenangan kepada manusia untuk menjadi khalifah Allah di muka bumi. Dari materi al-Qur’an tersebut diharapkan manusia memiliki semangat untuk memperbaiki dan mengarahkan kondisi kehidupannya menuju takdir yang lebih baik. Mengingat akan mandat sebagai khalifah Tuhan di muka bumi manusia diberi kemampuan untuk mengolah takdirnya, terutama melalui perangkat ilmu pengetahuan untuk memahami hukum sebab-akibat yang telah ditakdirkan Tuhan pada setiap ciptaaan- Nya. Dalam pembicaraan sehari-hari kata “takdir” cenderung dipahami sebagai kepastian yang mesti disikapi dengan kepasrahan, tidak perlu dinalar secara kritis. Namun, kalau kita membaca Al-Quran, banyak ditemukan ayat-ayat yang kalau dicermati maknanya menunjuk pada berlakunya hukum alam yang mengandung hukum kausalitas, (sebabakibat) yang menjadikan manusia hidup dengan pengaruh sebab perbuatannya. Penulis memahami dari hasil olah perpaduan antara pemikiran para tokoh bahwa makna yang terkandung pada ayat ini memberikan pemahaman secara tekstual manusia mempunyai kewenangan untuk merubah jalan hidupnya, manusia diberikan daya kemampuan (istit}a‘ah) dan kehendak (masyi’ah) atau keinginan (iradah) yang Allah Swt berikan kepada manusia untuk memilih jalan hidupnya masing-masing. Kemudian mengingat teks ayat yang menggunakan lafadz Qowm yang artinya sebuah kaum atau masyarakat, Jaudat Said menyimpulkan bahwa perubahan itu merupakan perubahan sosial dan atau perubahan yang lebih mengarah pada hal duniawi, sehingga searah dengan pemahaman M. Quraish Shihab bahwa dapat disimpulkan manusia secara kolektif bisa melakukan perubahan besar, semua itu dikarenakan manusia sebagai makhluk sosial yang bisa bersatu padu saling membahu dan dianugerahi kemampuan (otoritas) untuk mengelola kehidupannya. Selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang cukup berarti bagi khazanah keilmuan Islam, terutama di bidang kajian tafsir al-Qur’an. Setelah penulis melakukan deskripsi dan analisis terhadap penafsiran Jaudat Said dan M. Quraish Shihab tentang otoritas manusia mengatur jalan hidupnya, maka penulis mendapatkan kesimpulan bahwa pesan teologis yang dimaksudkan adalah bahwa manusia . Adapun nilai sosialnya adalah untuk saling menjaga dan mengingatkan akan pentingnya instropeksi diri dan saling mendorong antara sesama untuk melakukan perbaikan so %K Otoritas Manusia, Jaudat Said, Muhammad Quraish Shihab, Muhammad Quraish Shihab, Penafsiran M. Quraish Shihab %D 2011 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %L digilib58401