@phdthesis{digilib58435, month = {November}, title = {KONSEP ETIKA DALAM TAFSIR MAFATIH AL-GHAIB KARYA FAKHRUDDIN AR-RAZI: PERSPEKTIF IMMANUEL KANT}, school = {UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA}, author = {NIM.: 07530006 Fawaid Abrari}, year = {2011}, note = {Pembimbing: Dr. Phil. Sahiron. MA.}, keywords = {Etika, Imam Fakhruddin ar-Razi, Tafsir Mafatih Al-Ghaib}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/58435/}, abstract = {Secara praktis, filsafat etika merupakan kajian keilmuan mengenai watak (tabi?ah) atau tingkah laku lahiriah manusia yang timbul dari bathiniahnya. Dalam beberapa literatur dan sumber-sumber otoritatif, yang merupakan produk dari diskursus keilmuan Islam tentang akhlak atau etika sangatlah banyak, mulai dari yang berdasarkan kepada pemikiran-pemikiran filsafat Yunani dan tradisi parepatetik Islam, etika yang berdasarkan otoritas wahyu, sampai sintesa dari kedua corak tersebut. Kesemuanya tiada lain adalah untuk melanjutkan misi utama ( ?????? ?????? ) ke-Nabian dalam memperbaiki moral umat. Oleh karenanya, hampir keseluruhan dari cendikiawan muslim dalam membahas soal etika, tak lepas dari pembahasannya mengenai pribadi Nabi Muhammad. Sebab Ia-lah Nabi utusan Tuhan untuk memperbaiki moral ummat, sebagai figur sekaligus sosok ideal paling sempurna yang mencapai derajat insan kamil. Ar-Razi adalah sosok mufassir yang menjelaskan ayat-ayat al-Qur?an mengenai pribadi Muhammad dengan pendekatan yang cendrung lebih rasional. Ia seorang mufassir yang menganggap keagungan akhlak Nabi merupakan watak (tabi?ah) yang memang menjadi nikmat Tuhan untuknya. Immanuel Kant dianggap sebagai bapak etika - kendati istilah tersebut tidak benar-benar dapat dikatakan berasal darinya. Diawali dengan pernyataan bahwa satu-satunya hal baik yang tak terbatasi dan tanpa pengecualian adalah ?kehendak baik?. Sejauh orang berkehendak baik maka orang itu baik, penilaian bahwa seseorang itu baik sama sekali tidak tergantung pada hal-hal diluar dirinya, tak ada yang baik dalam dirinya sendiri kecuali kehendak baik. Wujud dari kehendak baik yang dimiliki seseorang adalah bahwa ia mau menjalankan Kewajiban. Itulah tindakan moralis dalam konsepsi Kant. Sosok keidealan Muhammad diakui bersamaan dengan turunnya agama yang Tuhan amanahkan kepadanya. Persoalannya adalah apakah memang benar bahwa Nabi berbudi luhur karena watak dan kepribadiannya yang agung, atau karena agama samawi yang ia bawa yang menjadi penyebab keagungan beliau? Dilatarbelakangi persoalan tersebut, dengan menggunakan metode analisis pustaka dan pendekatan deskriptif analitik, penelitian ini mencoba melakukan pengamatan lebih lanjut tentang bagaimana keagungan budi Muhammad sebagai sosok panutan. Bagaimana moral sang Nabi agung Muhammad dipandang dengan menggunakan kacamata Immanuel Kant? Ar-Razi menganggap bahwa keagungannya bukan semata-mata karena agama agung yang Ia bawa, melainkan memang keperibadian Muhammad yang benar-benar agung. Dalam tindakan Muhammad, ia tak terpengaruh oleh apapun kecuali kehendak baik itu sendiri. Muhammad mampu keluar dari demensi unsur keterpaksaan. Dan Kant menganggap lepas dari keterpakasaan merupakan syarat utama tindakan seseorang bisa dikategorikan sebagai tindakan yang memiliki nilai moral tinggi. Pada titik inilah pertemuan dua pemikiran antara ar-Razi, sebagai filsuf islam, dan Immanuel Kant, sebagai sosok filsuf barat, yang sangat khas, dimana konsep keduanya diketengahkan dalam perpaduan yang harmonis, justeru dengan prinsip-prinsil moralitas yang sangat fundamental} }