@mastersthesis{digilib59754, month = {April}, title = {?BERDAMAI DENGAN INNER CHILD? UNTUK MEWUJUDKAN RELASI GENDER DALAM PASANGAN SUAMI ISTRI: STUDI KASUS DI BANYUWANGI}, school = {UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA}, author = {NIM.: 21200011019 Firda Rodliyah}, year = {2023}, note = {Pembimbing: Dr. Witriani, S.S., M.Hum.}, keywords = {inner child; pola komunikasi; pola asuh; relasi gender; suami istri.}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/59754/}, abstract = {Inner child merupakan bagian masa kecil seseorang, baik bahagia maupun terluka. Tumbuhnya inner child membentuk kepribadian seseorang yang berpengaruh pada pola komunikasi pada pasangan dan pola asuh kepada anak. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengelolaan, pola komunikasi, serta implikasi yang terjadi pada inner child dan pola terhadap kehidupan keluarga di Banyuwangi. Berlandaskan tingkat perceraian yang tinggi di daerah tersebut, penulis ingin mengetahui bagaimana kondisi inner child tiap individu dari pasangan suami istri yang harmonis dalam rumah tangga, serta implikasi yang dihadapinya. Penelitian ini menggunakan teori psikologi feminis Judith Worell dan Norine G. Johnson yang dipergunakan sebagai kerangka teoritik, serta inner child oleh Cathryn L. Taylor sebagai pisau analisis. Melalui pendekatan studi kasus feminis, penulis mewawancarai empat pasangan suami istri yang telah menjalin hubungan pernikahan di bawah dan di atas usia lima tahun. Hal ini dilakukan agar bisa mendapatkan berbagai perspektif dinamika hubungan suami istri di bawah dan di atas usia lima tahun. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil rumusan masalah pertama bahwa tiap-tiap individu memiliki inner child serta cara pengelolaan yang berbeda. Seseorang yang memiliki inner child bahagia tumbuh dengan sikap percaya diri dan tidak mudah cemburu. Sedangkan informan yang memiliki inner child terluka, tumbuh dengan kepribadian yang takut ditinggalkan, mudah emosi, serta takut dalam menyampaikan pendapat. Hasil kedua mengkategorikan pola komunikasi menjadi tiga poin, yakni satu pasangan termasuk dalam pola komunikasi setara yang memiliki relasi gender seimbang, dua pasangan dalam pola komunikasi pemisah seimbang yang juga memiliki relasi gender baik, serta satu pasangan dalam pola komunikasi monopoli yang memiliki relasi gender tidak seimbang. Sedangkan hasil ketika melihat implikasi inner child dari bagaimana pengelolaan yang tiap-tiap individu lakukan terhadap inner childnya. Ini dilihat dari individu yang melakukan reparenting inner child sebagai upaya untuk berdamai dengan masa lalu berdasarkan gaya komunikasi, relasi gender, dan pola asuh anak.} }