eprintid: 60876 rev_number: 10 eprint_status: archive userid: 12464 dir: disk0/00/06/08/76 datestamp: 2023-10-06 08:51:13 lastmod: 2023-10-06 08:51:13 status_changed: 2023-10-06 08:51:13 type: thesis metadata_visibility: show contact_email: asri.chasanawati@uin-suka.ac.id creators_name: Dedi Suhendra Rambe, NIM.: 02361402 title: PENDAPAT IMAM ABU HANIFAH DAN IMAM ASY SYAFl'I TENTANG KEBOLEHAN TAYAMMUM DENGAN YANG SEJENIS TANAH ispublished: pub subjects: PD divisions: jur_pma full_text_status: restricted keywords: Imam Abu Hanifah, Imam Asy Syafi'i, Tayammum, Agama Islam note: Pembimbing: 1. Drs. ABD. HALIM, M. HUM 2. BUDI RUHIATUDIN, S.H., M.HUM abstract: Agama Islam menganjurkan kepada manusia agar senantiasa memelihara kebersihan, baik kebersihan rohani maupun kebesihan jasmani. Dalam Islam dianjurkan bahwa apabila hendak melaksanakan ibadah seperti salat, tawaf dan lain sebagainya, haruslah be:rsuci terlebih dahulu dari najis maupun hadas. Bersuci ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu, mandi yang berguna untuk menghilangkan hadas besar dan wuq.u untuk menghilangkan hadas kecil. Diantara firman Allah Swt yang terdapat dalam al-Qur'an ada yang menjelaskan tentang bersuci, baik berwudu, mandi dan penggantinya yaitu tayammum. Sebagaimana yang terdapat pada surah al-Maidah ayat 6 dan surah an-Nisa' ayat 43. Kedua ayat tersebut menjelaskan bahwa apabila kamu hendak melaksanakan salat maka berwudulah, dan jika kamu dalam keadaan junub maka mandilah kamu, dan jika kamu sakit atau kembali dari tempat buang air besar atau menyentuh wanita, maka jika kamu tidak memperoleh air maka bertayammumlah kamu dengan tanah yang baik. Dengan demikian tayammum berfungsi sebagai pengganti wudu dan mandi untuk menghilangkan hadas. Bertayammum dengan tanah sudah disepakati oleh semua ulama. Akan tetapi bagaimana kalau tayammum itu dengan yang sejenis tanah. Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat. Imam Syafi'i berpendapat bahwa tayammum itu harus dengan tanah tidak boleh dengan yang bukan tanah meskipun itu masih sejenis daripada tanah. Sedangkan Imam Abu Hanifah dalam kitab fiqhnya berkata bahwa boleh bertayammum dengan yang sejenis tanah asalkan suci dan bersih dari najis. Sebab perbedaan pendapat kedua Imam tersebut adalah karena adanya perbedaan pemahaman pada lafaz "Sa 'idan Tayyiban" pada ayat al-Qur'an dan hadis-hadis Nabi mengenai tayammum. Imam asy-Syafi'i memandang kalimat "Sa'idan Tayyiban" pada ayat adalah tanah dan sejenisnya yang ada di permukaan bumi. Berangkat dari perbedaan pendapat tersebut penelitian dilakukan untuk mengkaji bagaimana istinbat Abu Hanifah dan asy -Syafi'i dalam hal tayammum serta bagaimana validitas dan akurasinya. Penelitian yang tergolong library research ini menggunakan usul fiqh sebagai pendekatannya. Dalil dan istinbat hukum dari kedua imam tersebut dikomparasikan. Setelah menelaah pendapat dan dalil yang dikemukakan oleh kedua Imam Mujtahid tersebut, maka penyusun cenderung kepada pendapat Imam Abu Hanifah yang mukhtar atau yang lebih kuat yaitu boleh bertayammum dengan yang sejenis tanah asalkan suci dan tidak bernajis date: 2007-07-31 date_type: published institution: UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA department: FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM thesis_type: skripsi thesis_name: other citation: Dedi Suhendra Rambe, NIM.: 02361402 (2007) PENDAPAT IMAM ABU HANIFAH DAN IMAM ASY SYAFl'I TENTANG KEBOLEHAN TAYAMMUM DENGAN YANG SEJENIS TANAH. Skripsi thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA. document_url: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/60876/1/02361402_BAB%20I_BAB%20V_DAFTAR%20PUSTAKA.pdf document_url: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/60876/2/02361402_BAB%20II_BAB%20IV.pdf