%A MUHAMAD SAFII GOZALI - NIM. 08360018-K %O Pembimbing: 1. Budi Ruhiatudin, SH., M.Hum. 2. Drs. Riyanta, M.Hum. %T RELEVANSI PLURALISME AGAMA DALAM DEMOKRATISASI DI INDONESIA %X ABSTRAK Ketika Fatwa MUI No: 7/Munas/VII/MUI/II/2005 tentang pluralisme, liberalisme dan sekulerisme agama diekspos, diskursus ketiga-tiganya bukannya surut. Akan tetapi malah semakin menunjukkan peningkatannya. Diskursus ini ditandai dengan berbagai argumen dari pemikir-pemikir muslim liberal-progresifneomodernis. Baik dari kalangan ormas Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah maupun ormas-ormas dan pemikir lainnya. Mulai dari tesis, disertasi, maupun tulisan-tulisan yang berupa buku best seller. Bahkan sampai tulisan-tulisan lepas lainnya yang tidak menunjukkan kesurutan. Karena memang sebelum Indonesia ada, pluralisme telah ada. Bagi sebagian pemikir legal-eksklusif, pluralisme agama merupakan budaya dari luar Islam yang harus ditolak karena dianggap mencampuradukkan agama, menyamakan semua agama sama. Sedangkan bagi sebagian pemikir substantif-inklusif, yaitu mendasarkan pada teks legal formal dan nilai-nilai universalitas Islam dengan menafsirkan pesan-pesan Al-Qur amp;#8242;an sebagai rujukan utama, maka kelompok ini menganggap pluralisme agama merupakan sebuah keniscayaan sejarah kehidupan umat manusia sejak dari nabi Adam as sampai kelak. Dalam kajian ini, metode yang digunakan adalah jenis penelitian kepustakaan (library research) dengan sifat deskriptik analitik dan komparatif diserati dengan wawancara . Kajian yang digunakan adalah kajian pendekatan sosio-historis yaitu suatu pendekatan masalah yang diteliti dari aspek pemikiran tokoh Abdurrahman Wahid yang mewakili kalangan tradisionalis (NU) dan Ahmad Syafii Maarif yang mewakili kalangan modernis (Muhammadiyah). Akhirnya keduanya termasuk pemikir liberal-progresif-neo-modernis. Dari kajian ini didapatkan hipotesis positif bahwa Abdurrahman Wahid dan Ahmad Syafii Maarif merupakan pejuang kemanusiaan di Indonesia. Keduanya tidak jumud, kolot dan fanatik terhadap pandangan Islam yang sempit. Bahkan jika ditilik lebih dalam, keduanya telah melakukan ijtihad kemanusiaan dengan mendasarkan diri pada pemahaman Islam universal yang rahmatan lil 'alamin. Setelah itu, keduanya melakukan objektivikasi ilmu dengan mendasarkan pluralisme agama sebagai obyek dalam konteks Keindonesiaan dan Pancasila sebagai substansi pemahamannya. Bukan hanya Islam saja. Walaupun ketika keduanya memahami universalitas Islam yang rahmatan lil 'alamin tersebut, keduanya sudah mendapatkan argumen yang sangat kokoh menurut Al-Qur'an. Latar belakang pergulatan keduanya memang berbeda. Abdurrahman Wahid sejak mudanya telah terbiasa dalam didikan yang beraneka ragam. Sehingga sejak mudanya ia memang telah menjadi pemikir bebas dalam koridor tradisonalisme NU. Sedangkan Ahmad Syafii Maarif berawal dari pejuang formalisasi Islam demi negara Islam berubah haluan menjadi pejuang kemanusiaan yang tidak hanya memperjuangkan Islam saja tetapi juga memperjuangkan Islam, bangsa dan negara NKRI demi demokratisasi. div %K pluralisme agama, demokratisasi, Universalitas Islam, dan Pancasila %D 2011 %I UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta %L digilib6172