%A NIM.: 19105010065 Taufik Ismanto %O Pembimbing: Muhammad Fatkhan, S. Ag, M. Hum, %T KONSEP SPIRITUALITAS DALAM SERAT WEDHATAMA (PERSPEKTIF METAFISIKA-SUFISTIK SEYYED HOSSEIN NASR) %X Sejauh pengamatan penulis, peradaban modern yang berciri rasionalisme dan positivisme menyebabkan manusia kontemporer mengalami degradasi pada segi pengetahuan maupun spiritualitas. Banyak orang yang ahli ilmu Barat tetapi terasing dari masyarakatnya, merasa diri tidak berguna, mudah berputus asa, dan tidak menemukan tujuan serta makna hidup. Maka pembahasan mengenai spiritualitas pada gilirannya menarik jika ditelaah, lantaran aspek spiritualitas (kerohanian) merupakan fitrah manusia yang tidak seharusnya dikesampingkan. Di satu sisi, pada abad ke-18 KGPAA Mangkunegara IV telah menulis Serat Wedhatama, yang mengandung ajaran etika, metafisika, serta mistisime yang erat kaitannya dengan spiritual. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan membahas konsep spiritualitas dalam Serat Wedhatama, dengan perpektif metafisika-sufistik Seyyed Hossein Nasr untuk merevansikannya dengan era kontemporer. Penelitian ini berjenis kualitatif dan bersifat kepustakaan (Library Research). Metode yang digunakan adalah pendekatan filosofis, dengan teknik analisisnya adalah interpretatif-Content Analysis. Teknik pengelolaan data yang digunakan adalah dokumentasi, yakni mendokumentasi pustaka/literer terkait penelitian. Sedangkan teknik analisanya dengan cara menginterpretasi konsep Spiritualitas dalam Serat Wedhatama, kemudian menganalisisnya secara filosofis berdasarkan perspektif metafisika-sufistik Seyyed Hossein Nasr. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsep spiritualitas dalam Serat Wedhatama mencakup catur sembah lelaku, yakni sembah Raga, Cipta, Jiwa, dan Rasa. Lelaku ini merupakan “praktik” untuk mengasah “rasa” atau kerohanian. Jika menjalankan lelaku, maka diri menjadi lebih berkesadaran lantaran dengannya nafsu beserta ego dilatih agar bisa dikendalikan. Selain itu, konsep lelaku di atas berlaku dalam menggapai ilmu (ngelmu iku kelakone kanthi laku). Dengan lelaku (membersihkan diri nafsu/ego/dur angkara), maka diri menjadi “mungkin” untuk mendapat Pengetahuan Suci, yang dalam metafisika Nasr disebut “Scientia Sacra/makrifah”. Berdasarkan perspektif metafisika-sufistik Nasr, mendapat pengetahuan Suci (makrifah) berarti mampu melihat Realitas Ilahi di seluruh tatanan alam semesta, dan karenanya mengubah paradigma (episteme) modernisme yang semula positivistik-materialistik, menjadi bersifat ruhani, holistik-esoteris. Pada puncaknya, lelaku (Raga, Cipta, Jiwa, Rasa) adalah menjadi Manusia Suci, yaitu manusia yang berkesadaran penuh, yang melakukan perbuatan baik dan senantiasa memayu hayuning bawana di muka bumi. %K Metafisika-Sufistik, Spiritualitas, Serat Wedhatama %D 2023 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %L digilib61933