%0 Thesis %9 Skripsi %A M Hasyim Anta Maulana, NIM.: 19105030047 %B FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM %D 2023 %F digilib:61962 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %K Poligami, Warisan, Tafsir Nusantara, Hermeneutika %P 123 %T KEADILAN POLIGAMI DAN WARISAN 2:1 DALAM Q.S AN-NISA’ AYAT 3 DAN 11 (STUDI KOMPARATIF PENAFSIRAN MISBAH MUSTAFA DAN BUYA HAMKA) %U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/61962/ %X Salah satu perhatian Al-Qur’an ketika turun adalah untuk memuliakan dan menegakkan hak-hak perempuan dalam segala aspek kehidupan. Namun, realitanya banyak ditemukan tafsir-tafsir yang diskriminatif dan bias gender terhadap perempuan, utamanya dalam masalah keadilan poligami Q.S an-Nisā’ ayat 3 dan pembagian warisan anak laki-laki dan perempuan Q.S an-Nisā’ ayat 11. Penafsiran-penafsiran diskriminatif dan bias gender tersebut menjadikan kedua ayat tersebut sebagai dasar argumennya untuk melemahkan posisi perempuan. Penafsiran diskriminatif ini tentunya tidak lahir tanpa sebab, berbagai macam faktor menentukan hasil akhir dari penafsiran tersebut. Maka dari itu peneliti merasa tertarik untuk meneliti tentang konsep keadilan dalam Q.S an-Nisā’ ayat 3 dan 11 dengan mengkomparasikan pandangan dari dua mufassīr, yaitu Misbah Mustafa dan Buya Hamka yang memiliki background berlawanan. Indikator komparasi yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada tiga aspek antara lain: Pertama, hasil penafsiran dari kedua tokoh. Kedua, historisitas mufassīr atau latar belakang sosial dan pendidikan mufassīr. Ketiga, metode penafsiran yang digunakan dalam tafsir kedua tokoh. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif-analitis-komparatif dengan pendeketana hermeneutis. Dalam metode ini akan dipaparkan secara rinci data-data yang diperoleh dari berbagai sumber, kemudian data tersebut dikomparasikan dan dianalisis menggunakan teori hermeneutika filosofis yang dikemukakan Gadamer untuk mendapatkan kesimpulan yang sesuai. Hasil dari penelitian ini antara lain: Penafsiran Misbah dan Hamka memiliki banyak kesamaan dalam hasil penafsiran namun berbeda dalam argumen dan penyajiannya. Misbah dan Hamka saling berbeda pendapat mengenai maksud adil sebagai syarat poligami. Misbah secara implisit menyatakan bahwa keadilan dalam poligami adalah seimbang antara hak laki-laki dan perempuan. Sedangkan Hamka menyatakan bahwa adil dalam poligami adalah berlaku adil dalam hak-hak istri atas suami. Kemudian dalam masalah waris, Misbah dan Hamka sama-sama setuju bahwa pembagian 2:1 dalam Q.S an-Nisā’ ayat 11 sudah adil berdasarkan pertimbangan hak dan kewajiban kedua jenis kelamin. Metode penafsiran keduanya sama, yaitu menggunakan metode tahlīlī, corak adabi ijtima’i, dan bentuk penafsiran bil-ra’yi. Namun, dalam menyajikan penafsirannya mengenai isu-isu gender Misbah cenderung frontal dan patriarkis sedangkan Hamka cenderung lebih asertif. Perbedaan ini tidak terlepas dari latar belakang sosio-kultur dan pendidikan keduanya yang berbeda. Misbah yang pemikirannya dipengaruhi teks-teks ulama klasik Timur Tengah yang dikaji di pesantren serta budaya Jawa telah menghasilkan penafsiran yang terkesan patriarkis. Sedangkan Hamka yang memiliki latar belakang pendidikan autodidak dan meresepsi budaya Minangkabau yang menganut sistem matrilineal menghasilkan penafsiran yang mengangkat kesetaraan gender. %Z Pembimbing: Muhammad Hidayat Noor, S.Ag., M.Ag.