%A NIM.: 19103060061 Muhammad Fa’iq Al Marzuqi %O Pembimbing: Dr.Malik Ibrahim, M.Ag. %T POLIGAMI MENURUT PANDANGAN ‘AISYIYAH MUHAMMADIYAH DAN MUSLIMAT NAHDLATUL ULAMA KABUPATEN SLEMAN DALAM PERSPEKTIF YURIDIS DAN NORMATIF %X Poligami merupakan perkawinan yang dilakukan seorang suami yang memiliki istri lebih dari satu dalam waktu yang bersamaan. Meskipun pada dasarnya poligami telah diatur dalam Al-Qur’an surat ani-Nisa’ [4], Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), namun pada saat ini poligami menjadi marak dan banyak masyarakat yang tidak mentaati ketentuan yang telah berlaku. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam tidak mengatur secara jela mengenai poligami, namun keduanya mengatur mengenai berbagai syarat ketika hendak berpoligami yakni memiliki kemampuan untuk berlaku adil serta menjamin segala kebutuhan hidup istri-istri dan anak-anaknya. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, disebutkan dalam satu pasal bahwa seorang suami ketika hendak berpoligami perlu adanya persetujuan istri, akan tetapi dalam pasal lain disebutkan bahwa pengadilan agama akan tetap memberikan izin suami untuk berpoligami jika istri-istrinya tidak memungkinkan untuk dimintai persetujuan atau karena tidak ada kabar sekurang-kurangnya 2 tahun. Dari hal inilah alasan penulis melakukan penelitian yang difokuskan kepada bagaimana pandangan tokoh ‘Aisyiyah Muhammadiyah dan Muslimat Nahdlatul Ulama terhadap poligami yang dilakukan oleh seorang suami tanpa adanya izin seorang istri. Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan dalam menganalisisnya penulis menggunakan teori mashlahah. Sedangkan metode analisis data yang digunakan adalah deskriptif analitik dan dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil dalam penelitian ini terdapat perbedaan di antara informan dalam pandagannya terhadap poligami yang dilakukan tanpa adanya izin istri. Kedua tokoh ‘Aisyiyah Muhammadiyah Sleman menyatakan bahwa poligami adalah boleh. Namun dalam hal izin istri kedua tokoh ‘Aisyiyah berbeda pendapat, pertama, adanya izin istri menurut ibu Sri Sumiyarsi bukan termasuk syarat utama. Kedua, poligami yang dilakukan tanpa adanya izin istri menurut ibu Rukiyati akan mengalami kesulitan memelihara unsur maqashid al-syari’ah dalam hidupnya. Sedangkan menurut tokoh Muslimat, adanya izin istri merupakan kategori mashlahah al-dharuriyyah, yakni menjadi keharusan dan dijadikan sebagai syarat utama suami dalam poligami. izin dari istri termasuk kategori dharuriyyah karena hal tersebut bagian penting dalam menjaga keutuhan dan kebahagiaan rumah tangga. %K perkawinan; mashlahah; Ormas Islam; ‘Aisyiyah Muhammadiyah, Muslimat Nahdlatul Ulama %D 2023 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %L digilib63308