%0 Thesis %9 Masters %A Yakhsyallah, NIM.: 21205031025 %B FAKULTAS USHULUDDIN, STUDI AGAMA DAN PEMIKIRAN ISLAM %D 2023 %F digilib:63435 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %K Tafsir Maqasidi, Perlindungan Anak, Anak Yatim, Zurriyyatan Di’afan %P 113 %T PEMELIHARAAN ANAK YATIM MENURUT AL-QURAN PERSPEKTIF TAFSIR MAQASIDI SEBAGAI PENCEGAHAN ZURRIYYATAN DI’AFAN %U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/63435/ %X Isu pemenuhan hak dan perlindungan anak yatim menjadi konsen banyak pihak. Anak yatim rentan mengalami berbagai kelemahan, seperti kekerasan psikis, verbal, dan seksual, serta secara ekonomi akibat tiadanya figur ayah sebagai pelindung utama. Keadaan ini tidak sesuai dengan pesan-pesan ayat al-Quran tentang perlunya memberikan kepedulian terhadap mereka. Al-Quran memberikan pesan preventif kepada para kerabat di sekelilingnya untuk tidak membiarkan anakanak yatim menjadi żurriyyatan ḍi’āfan. Makna ḍi’āf sebagai antonim dari kuat (khilāf al-quwwah) dalam al-Quran teridentifikasi mencakup lemah secara jiwa (alnafs), fisik (al-badan), keadaan-kondisi sosial (al-ḥāl), serta akal pikiran (al-‘aql wa al-ra’y). Para mufasir cenderung memaknai kelemahan ini fokus pada aspek kekurangan harta. Limitasi makna hanya pada kekurangan harta berdampak pada kurangnya signifikansi ayat dalam konteks realitas saat ini. Proteksi harta (ḥifẓ almāl) menafikan problematika anak yatim yang menyangkut dimensi lain seperti psikologis. Ketiadaan pengasuhan pada dimensi psikologis dapat berdampak pada perkembangan kognitif, kesehatan mental, dan kehidupan sosial anak yatim. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dengan merujuk pada sumbertafsir- tafsir ulama untuk mengulas ayat-ayat yang membicarakan anak yatim dengan pendekatan teori tafsīr maqāṣidī Abdul Mustaqim. Pendekatan tersebut mengedepankan paradigma antroposentris yang mengutamakan realisasi kemaslahatan insan, serta lebih dinamis dalam penerapannya. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa perlindungan anak yatim harus dilakukan secara menyeluruh sesuai dengan lima prinsip ḍarūriyyāt, yaitu ḥifẓ alnafs, ḥifẓ al-‘aql, ḥifẓ al-nasl, ḥifẓ al-māl, dan ḥifẓ al-dīn, serta menambahkan satu nilai ḍarūriyyāt, yaitu ḥifẓ al-daulah. Realisasi lima prinsip ini berada dalam paradigma yang antroposentris, serta menerapkan prinsip yang tak hanya protektif melainkan juga produktif (min ḥaiṡ al-‘adam ilā ḥaiṡ al-wujūd). Upaya ḥifẓ al-nafs dan ḥifẓ al-‘aql dapat dilakukan lebih fleksibel dengan memberikan akses layanan pendidikan, kesehatan, dan kemanan diri. Wali yang berfungsi mengurus hak harta waris, selain menjaga keutuhan harta dapat juga mengembangkan harta tersebut (altaṡmīr). Perlindungan ini mencakup ḥifẓ al-nasl sebagai upaya regenerasi yang berujung pada fungsi keturunan yang berperan menjaga eksistensi ajaran agama (ḥifẓ al-dīn). Upaya realisasi lima prinsip sebagai perlindungan anak yatim menjadi tanggung jawab personal maupun komunal, termasuk pemerintah. Negara juga harus melakukan kontrol dan pengawasan terhadap lembaga-lembaga yang menaungi anak yatim guna realisasi lima prinsip ḍarūriyyāt di atas. Sebab, pembiaran terhadap lemah dan buruknya suatu generasi dapat berakibat pada lemah dan buruknya suatu komunitas (negara). Di sinilah ḥifẓ al-daulah menemukan relevansinya %Z Pembimbing: Prof. Dr. Muhammad, M.Ag