%A NIM.: 21205032042043 A.Muh. Azka Fazaka Rif’ah %O Pembimbing: Dr. Phil. Munirul Ikhwan, Lc., M.A. %T ALKITAB SEBAGAI SUMBER TAFSIR: IBRAHIM BIN ‘UMAR AL-BIQA‘I DAN TAFSIR PERINTAH PENYEMBELIHAN ANAK IBRAHIM DALAM Q.S. AL-SAFFAT [37]: 99-113 %X Penggunaan Alkitab sebagai sumber penafsiran oleh al-Biqa‘i masih menjadi misteri. Pasalnya, sikap al-Biqa‘i atas Alkitab—yang mengutip Alkitab secara harfiah—dianggap melawan arus mainstream tradisi tafsir saat itu. Alih-alih menggunakan isra’iliyyat sebagai sumber tafsir. Hal ini diperumit dengan sikap ambivalen al-Biqa‘i yang di satu sisi menggunakan Alkitab secara bersahabat dan di sisi lain secara negatif. Pada konteks negatif, al-Biqa‘i tampaknya meragukan otentisitas Alkitab yang dikutipnya yang satu-satunya dapat ditemukan ketika ia menarasikan kisah Ibrahim dan perintah penyembelihan anaknya. Sedangkan narasi kisah Ibrahim dan perintah penyembelihan anaknya dalam ketiga agama monoteistik saling diperebutkan, sehingga mendemonstrasi polemik teologis yang muncul ketika al-Qur’an ditafsirkan dengan kitab suci umat lain dalam kisah Ibrahim dan perintah penyembelihan anaknya dalam Q.S. al-Saffat [37]: 99-113 menemukan signifikansinya untuk ditelaah lebih lanjut. Berdasarkan uraian di atas, setidaknya terdapat tiga rumusan masalah yang akan diangkat dalam studi ini: (1) Mengapa al-Biqa‘i memakai Alkitab untuk menafsirkan al-Qur’an (2) Bagaimana mufassir sebelum al-Biqa‘i menafsirkan Q.S. al-Saffat [37]: 99-113 dan (3) Bagaimana al-Biqa‘i menafsirkan Q.S. al-Saffat [37]: 99-113 dengan menggunakan Alkitab. Pertanyaan-pertanyaan ini akan dielaborasi dengan menggunakan analisis intertekstualitas yang meniscayakan analisis intristik dan ekstrinstik di dalamya. Studi ini menunjukkan bahwa al-Biqa‘i menggunakan Alkitab dalam tafsirnya tidak terlepas dari konstruk sosial masyarakat abad ke-9 H yang di mana pertukaran intelektual lazim ditemui. Agaknya ini disebabkan oleh perang salib yang sedang berkecamuk pada abad tersebut, sehingga Alkitab accessible bagi umat Muslim, khususnya al-Biqa‘i. Perang salib juga menyebabkan peruncingan identitas Islam sebagai agama yang berbeda dengan agama sebelumnya, sehingga narasi tentang kisah perintah penyembelihan anak Ibrahim dalam tafsir-tafsir pada masa perang salib termasuk al-Biqa’i menafsirkan al-zabih itu sebagai Isma‘il. Hal ini dapat dilihat dari tafsir-tafsir sebelum al-Biqa‘i yang mengalami kristalisasi makna al-zabih sebagai Isma‘il pada masa Ibn Kasir yang notabenenya hidup pada masa perang salib. Begitu juga dengan al-Biqa‘i yang menafsirkan al-zabih sebagai Isma‘il dengan menggunakan dua pola analisis, yaitu analisis internal dan eksternal. Pada analisis internal, al-Biqa‘i menggunakan analisis intratekstual dan juga analisis tanasub. Adapun analisis eksternal, ia menggunakan Alkitab dan riwayat sebagai basis dalam meneguhkan Isma‘ill sebagai objek pengorbanan dalam Q.S. al-Saffat [37]: 99-113. %K Penggunaan Alkitab; al-Biqa‘i, Kisah Ibrahim; Penyembelihan Ismail %D 2023 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %L digilib64060