relation: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/64744/ title: PERDAGANGAN MARITIM DAN INTENSIFIKASI PENGEMBANGAN ISLAM DI KESULTANAN ACEH DARUSSALAM, 1607-1675 M. creator: Fadhilah Ariani, NIM.: 18101020021 subject: Sejarah Peradaban / Kebudayaan Islam description: Penelitian ini mengenai sejarah sosial-ekonomi dan politik di Kesultanan Aceh Darussalam. Kesultanan Aceh Darussalam merupakan sebuah kerajaan Islam berbasis dagang dimana perdagangan dan Islam berjalan beriringan, sehingga langkah perdagangan maritim turut meninggalkan jejak pada perkembangan Islam. Sehubungan dengan pembahasan sejarah tersebut, maka penelitian ini menggunakan pendekatan ekonomi politik, dan ditelaah berdasarkan teori Adam Smith mengenai keunggulan mutlak (absolute advantage). Selanjutnya penelitian ini dijabarkan dengan mengacu kepada konsep-konsep: kekuasaan, perdagangan maritim, dan intensifikasi Islam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah dengan empat tahapan yakni heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi yang dikembangkan secara kualitatif yakni antara deskripsi dan analisis fakta merupakan satu kesatuan di dalam pemaparan sejarah. Hasil penelitian ini sebagai berikut: Pertama, Kesultanan Aceh terbagi atas tiga daerah yakni daerah inti, daerah pokok dan daerah takluk. Sistem pemerintahan dan hukum diatur dengan baik mulai dari tingkat paling bawah hingga ke tingkat pusat. Mayoritas masyarakat Aceh berprofesi sebagai pedagang dan petani. Kedua, Pada masa Sultan Iskandar Muda daerah taklukan Aceh meluas hingga pantai timur dan barat Sumatra. Hasil produksi dari daerah ini seperti lada, kapur, menyan, kapas, beras, emas, tembaga, timah, belerang, minyak tanah, tekstil hingga hewan menjadi komoditi ekspor Aceh menjadi daya Tarik bagi para pedagang dari Turki, Inggris, Prancis dan Belanda untuk datang ke Aceh. Pada masa Sultan Iskandar Tsani, kapal-kapal dari berbagai bangsa masih terus datang ke Aceh seperti dari Koromandel, Pegu, Surat, Malabar dan sebagainya. Namun pada tahun 1639 Belanda diberi izin untuk membeli timah secara langsung ke Perak. Hal ini menjadi langkah awal Belanda untuk menguasi berbagai komoditi Aceh. Pada masa Sultanah Tajul Alam dibangun pertambangan emas di Pidie, bahkan Belanda juga ingin memonopoli perdagangan emas ini setelah sebelumnya Perak jatuh ke tangan Belanda. Kota Bandar Aceh memiliki posisi sebagai pelabuhan entrepot dengan pelabuhan-pelabuhan daerah takluk sebagai pelabuhan pendukung. Adapun alat tukar yang digunakan pada saat itu adalah mata uang seperti real Spanyol, deureuham atau dengan sistem barter yang dilakukan di pasar-pasar. Alat transportasi yang digunakan dalam perdagangan maritim Kesultanan Aceh adalah rakit, jalur, jalur kusangka, tungkang, sampan besar, sampan dan biduk. Ketiga, Kegiatan perdagangan maritim menghasilkan kekayaan yang dapat mendukung pengembangan Islam secara finansial seperti pembangunan masjid dan lembaga pendidikan Islam. Para ulama menulis berbagai kitab untuk pegangan masyarakat mengamalkan Islam sesuai Syariah dan dikirimkan ke berbagai negeri menggunakan kapal-kapal dagang Aceh. Pelabuhan Aceh juga menjadi titik tolak orang-orang yang pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. date: 2023-01-09 type: Thesis type: NonPeerReviewed format: text language: id identifier: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/64744/1/18101020021_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf format: text language: id identifier: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/64744/2/18101020021_BAB-II_sampai_SEBELUM-BAB-TERAKHIR.pdf identifier: Fadhilah Ariani, NIM.: 18101020021 (2023) PERDAGANGAN MARITIM DAN INTENSIFIKASI PENGEMBANGAN ISLAM DI KESULTANAN ACEH DARUSSALAM, 1607-1675 M. Skripsi thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.