@mastersthesis{digilib66046, month = {March}, title = {PENAFSIRAN Q.S. AL-BAQARAH [2]: 40-43 PERSPEKTIF MA?NA-CUM-MAGHZA}, school = {UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA}, author = {NIM.: 20205031037 Muhammad Imdad Ilhami Khalil}, year = {2024}, note = {Pembimbing: Prof. Dr. Phil, Sahiron Syamsuddin, M.A.}, keywords = {Ma?na-Cum-Maghza, Bani Israil, Tafsir Q.S. Al-Baqarah [2]: 40-43.}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/66046/}, abstract = {Bani Israil menjadi salah satu pembahasan utama al-Qur?an dan kisahnya seringkali didapati di dalamnya. Salah satu kelompok ayat berkenaan dengan Bani Israil adalah Q.S. al-Baqarah [2]: 40-43. Dalam kelompok ayat tersebut, Allah berkomunikasi melalui al-Qur?an dengan Bani Israil dan sekaligus merespon realitas keingkaran mereka terhadap al-Qur?an dan Nabi Muhammad Saw. Sayangnya, beberapa penafsiran yang telah dilakukan oleh para ulama terhadap kelompok ayat ini masih bersifat normatif (seperti perintah untuk beriman, menunaikan shalat dan membayar zakat) dan reduktif (hanya terbatas pada kisah-kisah Bani Israil). Bahkan, beberapa kitab tafsir seperti Tafsir al-{\d T}abari dan Ibn Kasir mengutip riwayat-riwayat tentang perdebatan keabsahan menerima upah atas pengajaran al-Qur?an dalam menafsirkan potongan ayat wa l{\=a} tasytar{\=u} bi {\=a}y{\=a}ti samanan qalilan pada Q.S. al-Baqarah [2]: 41. Perdebatan ini, dalam perkembangannya, justru dijadikan dalil oleh para ulama untuk melarang aktivitas pertukaran (komodifikasi) al-Qur?an dengan hal-hal yang bersifat duniawi. Wasiat KH. Munawwir misalnya, beliau melarang santrinya mengikuti Lomba Musabaqah Hifdzil Qur?an karena dianggap telah menukarkan ayat Allah dengan sesuatu yang bersifat duniawi, yaitu hadiah berupa uang, beasiswa maupun lain sebagainya. Penafsiran seperti ini, menurut penulis, hanya akan mereduksi dan menyempitkan makna kelompok ayat tersebut. Oleh karenanya, perlu kajian dan penelitian yang lebih mendalam tentang kelompok ayat Q.S. al-Baqarah [2]: 40-43. Sehingga diharapkan akan didapatkan makna (signifikansi) serta hikmah diturunkannya kelompok ayat ini agar al-Qur?an selalu relevan ({\d s}{\=a}lih) dalam ruang dan waktu apapun. Dalam upaya penggalian makna yang dimaksud, penulis menganalisis kelompok ayat ini dengan pendekatan Ma?n{\=a}-cum-Maghz{\=a}, yang digagas oleh Sahiron Syamsuddin. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian pustaka (library research) dan diwaktu yang bersamaan bersifat analisis-kritis melalui pendekatan ma?n{\=a}-cum-maghz{\=a}. Pendekatan ma?n{\=a}-cum-maghz{\=a} mencakup beberapa langkah analisis-kritis, yaitu: pertama, penggalian makna historis (al-ma?na al-t{\=a}rikhi) ketika kelompok ayat tersebut diturunkan di masa Nabi Muhammad. Langkah ini akan menyajikan analisis linguistik, intratekstual, intertekstual dan analisis konteks historis mikro maupun makro kelompok ayat. Setelah mendapat makna historis tersebut maka langka kedua adalah penggalian signifikansi fenomenal historis (al-maghz{\=a} al-t{\=a}rikhi). Langkah terakhir adalah upaya pengembangan signifikansi fenomenal historis dengan mengkontekstualisasikannya ke dalam konteks kekinian yang diistilahkan dengan analisis signifikansi fenomenal dinamis (al-Maghz{\=a} al-Muta{\d h}arrik al-Mu?{\=a}{\d s}ir). Hasil penelitian yang didapatkan oleh penulis adalah: pertama, makna historis Q.S. al-Baqarah [40-43] yaitu perintah Allah kepada Bani Israil untuk mengingat-ingat kenikmatan dan anugrah yang telah diberikan kepada mereka dan leluhur mereka; xiv perintah Allah agar Bani Israil beriman kepada al-Qur?an dan Nabi Muhammad Saw.; larangan menukarkan keimanan dengan hal-hal duniawi (samanan qalilan); larangan menyebarkan kebohongan dan menyembunyikan sifat-sifat Nabi Muhammad yang telah tertera dalam kitab mereka, Taurat; perintah untuk melaksanakan shalat, menunaikan zakat dan menta?ati syari?at Allah. Kedua, signifikansi historis kelompok ayat ini adalah seruan untuk mengimani kebenaran yang didasarkan pada bukti dan keterangan historis; perintah untuk memenuhi perjanjian yang telah terjalin; Larangan menjadikan kekuasaan untuk meraup kepentingan kelompok atau personal dengan cara menyebarkan hoaks dan propaganda kepada umatnya; Perintah untuk menjadi manusia yang saleh ritual dan saleh sosial sebagai bukti serta konsekuensi keimanan seseorang. Sedangkan, signifikansi fenomenal dinamis kelompok ayat ini diklasifikasikan menjadi lima aspek, yaitu: pertama, aspek seni berkomunikasi: komunikasi persuasif dalam berdakwah; kedua, aspek etika penguasa: larangan menjadikan kekuasaan sebagai alat untuk meraup keuntungan pribadi atau golongan tertentu; ketiga, aspek mediatisasi: larangan menyebarkan hoaks dan propaganda dalam bermedia sosial; keempat, aspek etika sosial: perintah memenuhi dan menetapi janji; kelima, aspek sosial: perintah menjadi pribadi yang saleh ritual dan saleh sosial.} }