TY - THES N1 - Pembimbing: 1. DR. H. M. Nur, M.Ag. 2. Fathorrahman, S.Ag. ID - digilib6705 UR - https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/6705/ A1 - ROIS WAMIQUL HIJA, NIM.: 07360044 Y1 - 2012/01/02/ N2 - ABSTRAK Sebuah diskursus tanpa henti ketika kita berbicara Islam dan demokrasi. Di Barat, demokrasi bukan lagi sekedar ideologi tapi sudah tertranformasikan dalam bentuk tatanan bermasyarakat dan bernegara. Apa yang dicapai Barat dewasa ini setidaknya selangkah lebih maju dari Islam dalam menata masa depan dan meninggalkan kekurangan-kekurangan (kegelapan) abad pertengahan. Semua menjadi problematis ketika Islam vis a vis modernitas Barat. Ketertinggalanketertinggalan tersebut mahu tidak mahu menuntut umat Islam, dengan bebagai kekayaan intelektualnya, merekonstruksi atau bahkan mendekonstruksi ulang banguan pemikiran yang diwariskan abad pertengahan. Dalam skripsi ini, penulis ingin memperbandingkan pemikiran Haekal dan Natsir, dengan judul Demokrasi Dalam Pemikiran Muhamad Husein Haikal Dan Mohammad Natsir. Memperbandingkan pemikiran diantara tokoh ini sangatlah menarik karena kedua tokoh ini mewakili latarbelakang kultur sosial politik yang berbeda, bukan hanya konteks Mesir dan Indonesia saja tapi juga umat manusia yang plural. Hal yang menarik lainnya adalah pemikiran kedua tokoh ini selalu representatif dalam wacana-wacana aktual hubungan Islam dan Barat (demokrasi). Perbedaan pendekatan pemikiran diantara keduanya, yakni; identifikatif oleh Haikal dan Natsir dengan apologetiknya akan semakin memperkaya khazanah islamic studies. Hal yang perlu digaris bawahi adalah perbedaan-perbedaan ini masih tetap dalam satu frame, yakni modernisme Islam. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode dialektika. Dealektika yaitu metode yang mengikuti gerak dinamik di dalam pikiran dan kenyataan. Dealetik ini diungkapkan sebagai tiga langkah yaitu dua langkah yang bertentangan, kemudian didamaikan. Dalam kaitan ini penulis mencoba menalar dan menginterpretasikan pemikiran-pemikiran Muhamad Husein Haikal dan Mohammad Natsir dalam bentuk deduksi maupun induksi yang ditemukan dalam sumber data primer (buku/tulisan/catatan) maupun sumber data sekunder yang berupa catatan orang lain mengenai pemikiran kedua tokoh tersebut. Kemudian hasil-hasil tersebut di-dialektik-kan antara konsep murni (apriori) dan fakta konkrit (aposteriori) dalam sintesis. Tujuannya adalah supaya tidak terjebak dalam anasir-anasir yang aksiomatis bahkan provokatif, sehingga harapan penulis dapat mengungkapkan keotentikan dasar suatu pemikiran dan dapat memunculkan sintesis baru yang valid dalam kajian akademis. Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyimpulkan bahwa dalam demokrasi Haikal, ia menekankan pada nilai-nilai esensial dari ajaran Islam sebagai penopangnya. Sedangkan Natsir, demokrasi dipahami hanya sebagai pengawasan rakyat pada penguasa semata. Rakyat tidak sepenuhnya memiliki kedaulatan. Bagi Natsir, kedaulatan ialah milik Tuhan. Tentunya dalam pemikiran keduanya memiliki kelemahan-kelemahan yang terbantahkan oleh ruang dan waktu. Dalam hal ini, sintesis demokrasi yang ideal menurut penulis adalah implementasi Islam harus dipahami pada tataran nilai-nilai. Implemantasi di sini bukan dipahami sebagai antitesa dari demokrasi tetapi sebagai etika sosial dalam kehidupan bernegara. Islam tidak berfungsi sebagai hipotesa operatif, tetapi sebagai sumber inspiratif bagi kehidupan bermasyarakat. div PB - UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta KW - demokrasi KW - nilai esensial ajaran Islam KW - Muhamad Husein Haikal KW - Mohammad Natsir M1 - skripsi TI - DEMOKRASI DALAM PEMIKIRAN MUHAMAD HUSEIN HAIKAL DAN MOHAMMAD NATSIR AV - restricted EP - 150 ER -