%0 Thesis %9 Masters %A Ismu Hakiki, NIM.: 22205031032 %B FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM %D 2024 %F digilib:67919 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %K epistemologi tafsir; Muhammad Sa’id ibn ‘Umar; Nur Al-Ihsan; kitab tafsir %P 122 %T EPISTEMOLOGI TAFSIR NUR AL-IHSAN KARYA MUHAMMAD SA‘ID BIN ‘UMAR %U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/67919/ %X Idealnya penafsiran terhadap teks-teks keagamaan bertujuan untuk menjelaskan kandungan teks tersebut sehingga bisa memberikan solusi terhadap permasalahan yang ada di masyarakat. Namun, pada kenyataannya, tidak semua penafsiran dilakukan murni untuk memberikan solusi, terkadang terdapat kecenderungan tertentu, seperti ideologi, mazhab, disiplin keilmuan, dan lain sebagainya yang dapat memengaruhi cara penafsir memahami dan menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Hal ini dikarenakan seorang penafsir adalah manusia yang memiliki latar belakang, pengalaman, dan pandangan hidup yang berbeda-beda. Hal ini membuat penafsiran tidak bisa sepenuhnya lepas dari subjektivitas penafsirnya. Salah seorang mufassir yang juga memiliki latar belakang biografis seorang mufti dan pengikut tarekat adalah Muhammad Sa’id ibn ‘Umar dengan kitab tafsirnya Nur Al-Ihsan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan menelisik aspek epistemologi dari kitab tafsir Nur Al-Ihsan mengingat latar belakang biografis tersebut, di samping juga untuk menganalisis alasan kenapa terdapat corak penafsiran sufistik dan fikih. Penelitian ini termasuk library reserach dengan menggunakan metode deskriptif-analitis. Pendekatan yang digunakan adalah historis-filosofis. Pendekatan historis berfungsi untuk menelisik keterkaitan antara pemikiran Muhammad Sa’id dengan keadaan sosial pada waktu itu. Pendekatan filosofis dengan kerangka teori epistemologi digunakan untuk menganalisis sumber dan metode penafsiran, serta validitas penafsiran. Hasil dari penelitian ini adalah: pertama, sumber penafsiran yang digunakan Muhammad Sa’id ibn ‘Umar adalah Al-Qur’an, hadis, qaul Sahabat, akal dan penalaran, serta kitab-kitab tafsir seperti al-Jalalain, al-Baidawi, al-Nasafi, al-Khazin, al-Jamal, al-Qurtubi, dan al-Tabari. Secara umum metode penafsiran yang digunakan adalah ijamali dan terkadang juga menggunakan metode tahlili. Validitas penafsiannya adalah korespondensi dan pragmatis. Kedua, terdapat dua faktor utama yang memengaruhi bercorak sufistik dan fiqhi dalam kitab Tafsir Nur al-Ihsan: transmisi-transformasi pengetahuan yang berupa pendidikan, afiliasi tarekat, dan buku-buku tasawuf membentuk cara berpikir dan penafsiran, khususnya penekanan pada aspek sufistik. Keadaan sosial, latar belakang sosialnya sebagai seorang mufti yang barang tentu ahli ilmu fikih mendorong terbentuknya corak fiqhi dalam penafsiran beberapa ayat. %Z Pembimbing: Prof. Dr. H. Abdul Mustaqim, S.Ag., M.Ag.