@phdthesis{digilib68027, month = {March}, title = {Qisah Al Baqarah Fi Al Qur'an : Dirasah Tahliliyyah Sima'iyyah Li Charles Sanders Pierce}, school = {UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA}, author = {NIM.: 02110882 Abdul Jabar Sidiq}, year = {2007}, note = {Pembimbing: Drs. Bachrum Bunyamin, M.A}, keywords = {Kisah dalam Al-Qur'an; Analisis Semiotik; Charles Sanders Peirce}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/68027/}, abstract = {Kisah dalam Al-Qur'an adalah peristiwa atau berita Al-Qur'an tentang keadaan umat manusia pada masa lampau yang mempunyai karakter tersendiri bila dibandingkan dengan kisah dalam buku lainnya. Kisah tersebut, di satu sisi, sebagai mukjizat kerasulan Nabi Muhammad SAW. Begitu juga, kisah dalam Al-Qur'an ini tidak saja dimaksudkan untuk menyajikan keindahan kepada unsur-unsurnya semata. Akan tetapi, Al-Qur'an memberikan pelajaran kepada umat manusia, mengingatkan dan mengkritik secara halus. Kisah tersebut luwes dalam menerobos pemikiran manusia, baik di kalangan pejabat, pelajar, mahasiswa, maupun di kalangan orang awam, sehingga mereka mendapatkan kritikan dan peringatan agar selalu berada di atas jalan yang lurus. Kisah penyembelihan sapi betina ini dilukiskan dalam Al-Qur'an, tepatnya pada surat Al-Baqarah ayat (2:67-73), yang mengisahkan tentang kehidupan seorang laki-laki kaya raya dari kalangan Bani Israel yang tidak mempunyai anak laki-laki dan hanya dikaruniai seorang anak perempuan yang cantik jelita. Maka ahli warisnya berkehendak untuk menghabisi nyawanya dengan maksud agar ia mendapatkan harta kekayaan dan dapat mempersunting anak perempuannya. Hal yang menarik dari kisah penyembelihan sapi betina ini adalah penyajiannya yang disajikan secara ringkas dan simpel, yaitu hanya dalam beberapa ayat saja. Akan tetapi, kisah ini mengandung banyak hal yang berkaitan dengan aktivitas manusia dan kondisi masyarakat saat ini, yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, hal tersebut dapat membangkitkan perasaan serta menyadarkan pikiran agar benar-benar insaf. Adapun masalah-masalah yang dapat dijumpai dalam kisah ini, di antaranya adalah kaum Nabi Musa a.s. (Bani Israel) sendiri, yang berkarakter sebagai kaum yang memiliki sifat rakus dan tamak terhadap harta kekayaan milik orang lain yang bukan haknya, sehingga menghalalkan segala macam cara demi tercapainya tujuan tersebut. Dalam analisis kisah ini, penulis mencoba mengkaji dengan pendekatan semiotik Charles Sanders Peirce, di mana penalaran dilakukan melalui tanda-tanda. Peirce menawarkan sistem tanda yang harus diungkap. Menurutnya, ada tiga faktor yang menentukan adanya tanda, yaitu tanda itu sendiri, hal yang ditandai, dan sebuah tanda baru yang terjadi dalam batin penerima tanda. Karena antara tanda dan yang ditandai ada kaitan representasi (menghadirkan), sehingga akan melahirkan interpretasi di benak penerima. Adapun dalam hubungan keduanya, menurut Peirce, terbagi atas tiga jenis tanda, yaitu: ikon, indeks, dan simbol. Tujuan dari pendekatan semiotik ini adalah: (1) untuk mengungkap apa yang terdapat di balik tanda itu sendiri, (2) untuk menerapkan teori semiotik Charles Sanders Peirce, dan (3) memahami tanda-tanda, khususnya yang terdapat dalam kisah tersebut.} }