%A NIM.: 20103060048 Mohammad Fery Setiawan %O Pembimbing: Proborini Hastuti, M.H. %T PENCALONAN MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI KEPALA DAERAH (STUDI PERBANDINGAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 71/PUU-XIV/2016 DAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 56/PUU-XVII/2019) %X Perkembangan hukum dan HAM yang signifikan di era kontemporer berpengaruh terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi yang memperbolehkan seorang mantan narapidana mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Kembalinya hak konstitusional mantan narapidana yang diatur dalam Putusan Nomor 71/PUU-XIV/2016 ternyata, menjadikan kasus pidana seorang kepala daerah semakin bertambah. Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 56/PUU-XVII/2019 kemudian, memberikan batasan berupa syarat yang ditekankan kepada mantan narapidana yang ingin mencalonkan diri sebagai kepalada daerah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aturan Mahkamah Konstitusi dalam kedua putusan tersebut. Rumusan masalah yang menjadi fokus penelitian ini adalah bagaimana disparitas Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 71/PUU-XIV/2016 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 56/PUU-XVII/2019 serta bagaimana kedua putusan tersebut jika dianalisis menggunakan teori Kepemimpinan Perspektif Al-Mawardi. Jenis penelitian yang dilakukan bersifat kualitatif yang menggunakan metode studi kepustakaan (library research). Narasi penulisan disusun dengan cara deskriptif analitis. Pendeketan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual. Sumber data dalam penelitian ini menggunakan sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer dalam penelitian ini menggunakan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 71/PUU-XIV/2016 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 56/PUU-XVII/2019 dan kitab al-Ah}kām as-S>}ulthāniyyah. Data sekunder berasal dari buku, artikel, jurnal yang relevan. Teknik analisis data deskriptif kualitafif, dengan dokumen atau arsip yang dianalisis, kemudian dikomparasikan dengan teori Kepemimpinan dalam pemikiran Al-Mawardi. Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini yaitu: Pertama, Putusan MK No. 71/PUU/XIV/2016 lebih berfokus pada hak konstitusional seorang mantan narapidana diperbolehkan mencalonkan diri sebagai kepala daerah, sedangkan Putusan MK No. 56/PUU-XIIV/2019 lebih menekankan pada teknis dan prosedural pemilihan umum, dengan menambahkan syarat masa tunggu 5 tahun kepada mantan narapidana dengan ancaman pidananya 5 tahun atau lebih. Kedua, pemberian hak serta pembatasan yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi telah sesuai dengan undang-undang dan prinsip proporsionalitas dengan mementingkan kepentingan masyarakat umum, dari pada kepentigan individu. Ketiga, konsep kepemimpinan Al-Mawardi mengharuskan adanya pengawasan ketat terhadap moralitas dan kelayakan calon pemimpin, untuk memastikan bahwa ia dapat memenuhi hak-hak rakyat serta dapat memimpin dengan adil dan bijaksana, %K kepala daerah; Mahkamah Konstitusi; narapidana. %D 2024 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %L digilib68131