%A NIM.: 20103060058 Al Mu’tashim Billah %O Pembimbing: Shohibul Adhkar, M.H. %T HAKIKAT DAN MAJAS DALAM PEMAKNAAN LAFAL LAMASTUMUNNISA PADA Q.S. AN-NISA’ AYAT 43 MENURUT IMAM SARKHASI DAN IMAM SYAFI’I (PENDEKATAN HERMENEUTIKA SCHLEIERMACHER) %X Penafsiran ayat-ayat Al-Qur'an kerap kali melibatkan perdebatan antara penggunaan makna hakikat (literal) dan majas (metaforis). Salah satu contoh yang menonjol adalah penafsiran Surah An-Nisa' ayat 43, terutama pada lafaz lāmastumun nisa’, yang berkaitan dengan kondisi yang membatalkan wudhu. Mazhab Hanafi secara umum menafsirkan lafal tersebut sebagai hubungan seksual, yang mengindikasikan penggunaan majas, sedangkan Mazhab Syafi’i memahaminya sebagai sentuhan fisik, mengacu pada makna hakikat. Perbedaan interpretasi ini tidak hanya mempengaruhi fatwa hukum, tetapi juga menunjukkan keragaman pendekatan beserta latar belakangnya dalam memahami teks-teks keagamaan dalam Islam. Penelitian ini menggunakan teori Hermeneutika Schleiermacher untuk mengeksplorasi bagaimana kedua Imam, Sarkhasi (sebagai representasi mazhab Hanafi) dan Syafi’i, menerapkan makna hakikat dan majas dalam menafsirkan lafaz lāmastumun nisā’. Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi kajian tekstual terhadap tafsir-tafsir utama dari kedua mazhab tersebut serta analisis linguistik yang mendalam terhadap penggunaan lafal dalam konteks budaya dan bahasa Arab klasik. Meskipun berangkat dari tradisi keilmuan yang berbeda dengan kajian turats dalam Islam, metode ini dinilai relevan karena selain yang menekankan pentingnya memahami konteks gramatikal dalam interpretasi teks, aspek psikologis juga dilibatkan dalam mengkaji bagaimana latar belakang sosio-kultural dan historis para imam mazhab mempengaruhi penafsiran mereka terhadap ayat tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan penafsiran antara Imam Sarkhasi dan Syafi’i lebih dari sekadar persoalan linguistik; pendekatan hermeneutik yang berbeda berperan penting dalam interpretasi ini. Mazhab Hanafi cenderung menggunakan majas untuk mempertimbangkan aspek kemudahan dan aplikasi praktis dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan Mazhab Syafi’i lebih menekankan makna hakikat dengan tujuan menjaga kehati-hatian dalam pelaksanaan ibadah. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan interpretasi kedua tokoh dalam siyaq al-kalam Q.S An-Nisā ayat 43. Selain itu, tradisi keilmuan kedua Mazhab juga saling bertolak belakang. Mazhab Hanafi yang dianut dikenal fleksibel dan rasional, sedangkan Mazhab Syāfi’i lebih konsisten dalam menafsirkan teks hukum. Penelitian ini memperkaya pemahaman tentang bagaimana interpretasi teks suci dalam Islam dipengaruhi oleh faktor-faktor linguistik dan psikologis, serta menunjukkan pentingnya pendekatan hermeneutika dalam memahami dan menjembatani perbedaan pandangan hukum di antara berbagai mazhab. %K hakikat; majas; hermeneutika %D 2024 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %L digilib68132