@phdthesis{digilib68164, month = {August}, title = {PUTUSAN MK NOMOR 85/PUU-XX/2022 TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH PRESPEKTIF MAQASID AS-SYARI?AH}, school = {UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA}, author = {NIM.: 20103070032 Mahadma Ihza Mahardika}, year = {2024}, note = {Pembimbing: Dr. Ahmad Yani Anshori, M.AG.}, keywords = {Putusan MK 85/PUU-XX/2022; Penyelesaian sengketa Pilkada; peradilan.}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/68164/}, abstract = {Lembaga penyelesaian perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (pilkada) telah mengalami berbagai perubahan kewenangan dari Mahkamah Agung (MA) ke peradilan khusus, dan saat ini kewenangan tersebut berada di bawah Mahkamah Konstitusi (MK) berdasarkan Putusan MK Nomor 85/PUU-XX/2022. Perubahan ini menimbulkan tantangan baru bagi MK dalam menangani beban tambahan berupa sengketa hasil pilkada. Penelitian ini bertujuan untuk menilai relevansi putusan MK Nomor 85/PUU-XX/2022 dalam pelaksanaan pilkada tahun ini, dari perspektif pragmatisme hukum dan Maq{\=a}{\d s}id As-Syari?ah. Penelitian ini menggunakan metode penelitian pustaka dengan pendekatan deskriptif analisis, serta pendekatan yuridis normatif untuk mengevaluasi isu hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang relevan. Kerangka teori yang diterapkan meliputi teori kekuasaan kehakiman, pragmatisme hukum, dan Maq{\=a}{\d s}id As-Syari?ah. Fokus utama dari penelitian ini adalah menilai bagaimana relevansi Putusan MK Nomor 85/PUU-XX/2022 dalam konteks pelaksanaan pilkada tahun 2024, dengan mempertimbangkan dampak terhadap efektivitas penyelesaian sengketa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Putusan MK Nomor 85/PUU-XX/2022 menetapkan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yang berwenang secara permanen dalam menangani sengketa hasil pilkada, yang menghilangkan kebutuhan akan badan peradilan khusus. Dari perspektif pragmatisme hukum dan Maq{\=a}{\d s}id As-Syar{\=i}?ah, meskipun keputusan ini bertujuan untuk meningkatkan konsolidasi dan efisiensi, terdapat kekhawatiran bahwa beban tambahan pada MK dapat mempengaruhi kecepatan dan efektivitas proses penyelesaian sengketa, terutama dengan adanya pilkada serentak pada tahun 2024 yang berpotensi meningkatkan jumlah perkara. Regulasi yang ketat juga dapat mempengaruhi efektivitas penyelesaian sengketa, yang berdampak pada kualitas pelayanan publik dan kepercayaan terhadap proses pilkada.} }