%A NIM.: 99363836 Agung Dwi Nugroho %O Pembimbing: Budi Ruhiatudin, S.H, M.Hum. %T SANKSI BAGI PENGGUNA NARKOTIKA MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA %X Narkotika dan masalah yang terjadi akibat penyalahgunaannya pada saat sekarang ini menjadi isu aktual di dunia, dikarenakan ekses dari penggunaan narkotika yang banyak menimbulkan tindakan kriminal dan gangguan ketertiban dan keamanan serta tidak jarang menimbulkan korban jiwa akibat penggunaan narkotika yang berlebihan. Walaupun narkotika dan semua jenisnya telah ditemukan dan digunakan orang sejak ribuan tahun yang la!u, akan tetapi penggunaannya belwn dijumpai pada masa awal Islam, sehingga tidak ada dasar yang jelas mengenai keharamannya. Sedangkan di Indonesia, narkotika (opium) sudah dikenal sejak ratusan tahun yang lalu serta menjadi kvmoditi perdagangan yang penting. Dikarenakan dampak yang ditimbulkan dari penggunaan narkotika, maka sudah sepantasnya apabila narkotika diharamkan dan dilarang serta penggunanya harus dijatuhi sanksi yang setimpal. Penelitian yang dilakukan untuk memperoleh jawaban dari pertanyan seputar narkotika tersebut merupakan jenis penelitian pustaka, dengan menggunakan metode deskriptif komparatif karena dalam penelitian ini akan dibandingkan antara hukwn Islam dan UU No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika. Dikarenakan tidak adanya teks yang jelas dari al-Qur'an maupun al Hadis, maka dalam menetapkan kebaraman narkotika tersebut, Sebagian besar para ulama meng-qiyaskan narkotika dengan khamr, karena keduanyan memiliki persamaan i 'iliat yailu sama-sama dapat menghilangkan akal dan dapat merusak badan. Sedang di Indonesia, pelarangan narkotika ditandai dengan dikeluarkannya V.M.O. Staatblad 1927 No. 278 jo No. 536 oleh pemerintah Hindia Belanda, yang mengatur masalah obat bius dan candu. Dari analisis dari kedua aturan hukum di atas (hukwn Islam dan UU No. 22 tahun 1997) mengenai sanksi yang dijatuhkan kepada pengguna narkotika, didapat suatu kesimpulan bahwa pada ide dasar terdapat persamaan yang mendasar dalam hal sanksi yang dijatuhkan kepada pelaku penyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri. Dari kedua aturan tersebut menunjukkan pada pemberian kewenangan yaug luas kepada hakim dalam menjatuhkan vonis, sesuai dengan keadaan pelaku, tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh pelaku akibal penggunaan narkotika maupun jenis narkotika yang digunakan oleh pelaku. Sehingga dari kesimpulan ini dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam perubahan undang-undang narkotika yang baru dimasa mendatang, dimana nilaiĀ­nilai hokum pidana Islam dapat diaktualisasikan dalam tata hukum nasional, mengingat mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. %K Narkotika (opium); hakim; khamr %D 2008 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %L digilib68204