%A NIM.: 17103060006 Muhammad Zafar Sidik %O Pembimbing: Drs. Abdul Halim, M.Hum. %T HUKUM PENENTUAN HARI DAN TANGGAL DALAM PERKAWINAN KOMUNITAS ABOGE DI DESA SAWANGAN KECAMATAN AJIBARANG KABUPATEN BANYUMAS (PERSPEKTIF MUHAMMADIYAH DAN NAHDLATUL ULAMA) %X Aboge (Alif, Rebo, Wage) adalah metode kalender Jawa yang menentukan hari, tanggal, bulan, dan tahun Jawa, di mana "Alif" merujuk pada tahun pertama dalam siklus delapan tahun (windu) dan "Rebo Wage" menandai Tahun Baru Jawa atau Hijriyah. Terdapat perbedaan pandangan antara Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama mengenai penentuan hari dan tanggal perkawinan oleh komunitas Aboge di desa Sawangan. meskipun dihormati sebagai tradisi lokal yang dipercaya membawa nasib baik, kedua organisasi menganggap metode ini sebagai syirik dan bertentangan dengan prinsip-prinsip iman. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses perhitungan hari dan tanggal dalam perkawinan komunitas Aboge serta menganalisis perbandingan pandangan tokoh Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama berdasarkan ‘urf dalam hukum Islam. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yang bersifat deskriptif analitis, dengan pendekatan ushul fiqih. Penelitian ini dilakukan di desa Sawangan, kecamatan Ajibarang, kabupaten Banyumas. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara kepada tokoh Muhammadiyan dan Nahdlatul Ulama. Metode analisis data dilakukan dengan cara analisis data kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa baik Muhammadiyah maupun Nahdlatul Ulama mengharamkan penentuan hari dan tanggal dalam perkawinan Aboge jika diyakini sebagai keharusan, dengan Muhammadiyah menganggapnya sebagai syirik dan Nahdlatul Ulama berdasarkan iman kepada takdir Allah. Keduanya sepakat bahwa praktik ini dapat merusak tauhid jika diyakini secara mutlak. Penentuan hari dan tanggal perkawinan oleh komunitas Aboge di desa Sawangan, kecamatan Ajibarang, kabupaten Banyumas, dapat diterima sebagai ‘urf khas dan ‘urf s{ahi>h dalam Islam karena tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar syariat dan memberikan manfaat bagi masyarakat setempat tanpa menimbulkan kemafsadatan. Meskipun bersifat lokal dan spesifik, praktik ini menunjukkan kekayaan dan keberagaman budaya yang sejalan dengan nilai-nilai Islam yang mendukung keberagaman dan toleransi. Dengan demikian, tradisi ini dapat dihormati dan diterima dalam kerangka syariat, memperkaya pengalaman spiritual dan sosial umat Islam tanpa kehilangan identitas budaya mereka. %K Aboge, Perhitungan Perkawinan, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, %D 2024 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %L digilib68218