%0 Thesis
%9 Masters
%A Basmah Nafisah, S.Ag, NIM.: 22200011133
%B PASCASARJANA
%D 2024
%F digilib:68257
%I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
%K Regulasi Halal, Non-Muslim, Ethnorelativisme, Favouritisme.
%P 170
%T REGULASI KEWAJIBAN HALAL  DAN RESPON NON-MUSLIM DI YOGYAKARTA
%U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/68257/
%X Tesis ini bertujuan mengeksplorasi respon non-Muslim terhadap regulasi kewajiban  halal dalam konteks Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Diskusi regulasi halal di  kalangan sarjana banyak memperhatikan unsur historis, politik, dan sosiologis  dengan subjek produsen atau konsumen Muslim, namun, belum banyak penelitian  yang menjadikan non-Muslim sebagai subjek utama. Tesis ini melanjutkan  diskursus ranah sosial politik dengan fokus pada respon non-Muslim, mengingat  penelitian sebelumnya yang disebutkan Syafiq Hasyim bahwa regulasi halal bisa  menciptakan ketidakadilan bagi minoritas, namun penelitian ini belum menyentuh  secara detail bagaimana respon non-Muslim tersebut.  Tesis ini merupakan penelitian kualitatif dengan teknik deskriptif-analitis,  menggunakan jenis studi lapangan. Data dikumpulkan melalui wawancara  mendalam terhadap tokoh agama dan pelaku usaha non-Muslim, serta dokumentasi  pada data-data yang relevan. Tesis ini juga menggunakan teori intercultural  sensitivity (sensitivitas antarbudaya) dari Milton Bennett, sehingga penelitian  melibatkan pola pikir yang mencakup kesadaran ideologi agama mereka dalam  memandang norma yang berbeda.  Hasil dari tesis ini menunjukkan bahwa tokoh agama dan pelaku usaha non-Muslim  di DIY, termasuk Kristen, Katolik, Buddha, Hindu, Konghucu, dan Penghayat  Kepercayaan Sapta Darma, menunjukkan karakter ethnorelativisme. Non-Muslim  memahami dan menerima regulasi halal sebagai akomodasi negara terhadap hakhak  umat beragama yang berbeda. Penerimaan (acceptance) ini penting untuk  menjaga relasi antarumat beragama, memberikan perlindungan terhadap Muslim,  serta menghormati aturan pemerintah. Tokoh agama dan pelaku usaha non-Muslim  juga tidak merasa terancam oleh syariatisasi atau islamisasi karena mereka melihat  tujuan lain yang lebih pragmatis, terutama terkait ekonomi dalam mengikuti  dinamika pasar. Namun terdapat juga kecenderungan etnosentrisme dari tokoh  agama non-muslim dan tidak menganggap penting adanya sertifikasi tersebut  terutama jika regulasi halal diterapkan bagi selain makanan dan minuman.  Meskipun aturan ini cenderung dinilai favouritisme, atau memprioritaskan  kepentingan Muslim (favouritisme), regulasi ini diterima selama tidak melarang  hak non-Muslim untuk mengonsumsi atau memproduksi produk non-halal.
%Z Pembimbing: Prof. Dr. Moch Nur Ichwan, S.Ag., M.A