%A NIM.: 22200011133 Basmah Nafisah, S.Ag
%O Pembimbing: Prof. Dr. Moch Nur Ichwan, S.Ag., M.A
%T REGULASI KEWAJIBAN HALAL
DAN RESPON NON-MUSLIM DI YOGYAKARTA
%X Tesis ini bertujuan mengeksplorasi respon non-Muslim terhadap regulasi kewajiban
halal dalam konteks Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Diskusi regulasi halal di
kalangan sarjana banyak memperhatikan unsur historis, politik, dan sosiologis
dengan subjek produsen atau konsumen Muslim, namun, belum banyak penelitian
yang menjadikan non-Muslim sebagai subjek utama. Tesis ini melanjutkan
diskursus ranah sosial politik dengan fokus pada respon non-Muslim, mengingat
penelitian sebelumnya yang disebutkan Syafiq Hasyim bahwa regulasi halal bisa
menciptakan ketidakadilan bagi minoritas, namun penelitian ini belum menyentuh
secara detail bagaimana respon non-Muslim tersebut.
Tesis ini merupakan penelitian kualitatif dengan teknik deskriptif-analitis,
menggunakan jenis studi lapangan. Data dikumpulkan melalui wawancara
mendalam terhadap tokoh agama dan pelaku usaha non-Muslim, serta dokumentasi
pada data-data yang relevan. Tesis ini juga menggunakan teori intercultural
sensitivity (sensitivitas antarbudaya) dari Milton Bennett, sehingga penelitian
melibatkan pola pikir yang mencakup kesadaran ideologi agama mereka dalam
memandang norma yang berbeda.
Hasil dari tesis ini menunjukkan bahwa tokoh agama dan pelaku usaha non-Muslim
di DIY, termasuk Kristen, Katolik, Buddha, Hindu, Konghucu, dan Penghayat
Kepercayaan Sapta Darma, menunjukkan karakter ethnorelativisme. Non-Muslim
memahami dan menerima regulasi halal sebagai akomodasi negara terhadap hakhak
umat beragama yang berbeda. Penerimaan (acceptance) ini penting untuk
menjaga relasi antarumat beragama, memberikan perlindungan terhadap Muslim,
serta menghormati aturan pemerintah. Tokoh agama dan pelaku usaha non-Muslim
juga tidak merasa terancam oleh syariatisasi atau islamisasi karena mereka melihat
tujuan lain yang lebih pragmatis, terutama terkait ekonomi dalam mengikuti
dinamika pasar. Namun terdapat juga kecenderungan etnosentrisme dari tokoh
agama non-muslim dan tidak menganggap penting adanya sertifikasi tersebut
terutama jika regulasi halal diterapkan bagi selain makanan dan minuman.
Meskipun aturan ini cenderung dinilai favouritisme, atau memprioritaskan
kepentingan Muslim (favouritisme), regulasi ini diterima selama tidak melarang
hak non-Muslim untuk mengonsumsi atau memproduksi produk non-halal.
%K Regulasi Halal, Non-Muslim, Ethnorelativisme, Favouritisme.
%D 2024
%I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
%L digilib68257