@phdthesis{digilib68549, month = {March}, title = {UNDANG-UNDANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOMI BARU (DOB) PAPUA PERSPEKTIF POLITIK HUKUM DAN SIYASAH DUSTURIYAH}, school = {UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA}, author = {NIM.: 17103060077 Muhammad Hidayat Dalimunte}, year = {2024}, note = {Pembimbing: Udiyo Basuki, S.H., M.HUM}, keywords = {Daerah Otonomi Baru, Politik Hukum, Siyasah dusturiyah}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/68549/}, abstract = {Penelitian ini adalah suatu studi analisis Tentang Undang-Undang Pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) Papua Perspektif Politik Hukum Dan Siyasah dusturiyah. Tujuannya adalah untuk mengetahui, pertama, bagaimana pembentukan undang-undang Daerah Otonomi Baru (DOB) Papua perspektif undang-undang otonomi; dan kedua, analisis siyasah dusturiyah terhadap pembentukan undang-undang Daerah Otonomi Baru (DOB) Papua. Dalam pengumpulan data digunakan teknik penelitian pustaka sistematis. Selanjutnya, analisis data menggunakan deskriptif-analisis. Artinya, mendeskripsikan terlebih dahulu data yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Disamping itu logika yang digunakan dalam penelitian ini adalah logika deduktif dan induktif. Singkatnya, Deduktif disebut juga dengan cara berfikir analitik dengan pengertian mengumpulkan data umum untuk memperoleh kesimpulan khusus. Induktif disebut juga dengan cara berfikir sintetik dengan arti mengumpulkan data khusus untuk memperoleh kesimpulan umum. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, penulis berkesimpulan bahwa pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) Papua masih belum sesuai harapan, karena mengabaikan amanat yang tertuang dalam Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan Daerah pasal 33 Ayat (2) tentang masa persiapan selama 3 tahun. Selain itu berdasarkan analisis siyasah dusturiyah bahwa pembentukan UU DOB Papua bisa dilihat menggunakan kaidah yang berlaku dalam ketatanegaraan Islam yaitu aspek musyawarah dan aspek kemaslahatan. Dalam aspek musyawarah, pembentukan UU DOB Papua sudah sesuai karena dibuat oleh lembaga legislatif (DPR) sebagai representasi masyarakat. Sedangkan, aspek kemaslahatan, pembuatan UU DOB Papua tidak sesuai karena mengabaikan kondisi masyarakat asli Papua yang tergolong dalam MRP dan DPRP} }