%0 Thesis
%9 Masters
%A Fachruli Isra Rukmana, NIM.: 22205031047
%B FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
%D 2024
%F digilib:68613
%I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
%K Dekonstruksi, Bencana Alam, Differance, Jacques Derrida, Al-Intiqad Al-Ḥaqiqiyah Al-Hadis
%P 425
%T DEKONSTRUKSI MAKNA BENCANA ALAM DALAM HADIS: STUDI PERSPEKTIF JACQUES DERRIDA
%U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/68613/
%X Penelitian ini mengkaji makna bencana alam dalam hadis melalui perspektif dekonstruksi Jacques Derrida. Tiga alasan utama dipilihnya topik ini: Pertama, hadis menyatakan bahwa bencana alam disebabkan oleh perilaku maksiat manusia, seperti konsumsi khamar, penyanyi dan penari wanita, serta perbuatan zina, yang menggambarkan perbuatan antar sesama manusia (man to man). Kedua, dari perspektif geosains, bencana alam di Indonesia terjadi karena letaknya di kawasan Ring of Fire dan pertemuan tiga lempeng tektonik utama: Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik. Ketiga, metode dekonstruksi Derrida yang bersifat radikal-progresif belum pernah digunakan untuk menganalisis teks-teks hadis tentang bencana alam. Alasan pertama dan kedua menunjukkan kejanggalan pada makna hadis, karena bencana alam lebih disebabkan oleh sistem alam yang buruk dan perbuatan manusia yang merusak alam (man to earth). Makna bencana alam dalam hadis tidak hanya berdiri secara otonom melainkan mendapatkan dukungan dan kepastian oleh beragam respon ulama. Dukungan kepastian makna bencana alam yang terjadi akibat kemaksiatan manusia oleh para ulama tersebut kemudian menyebabkan hadis mengalami pelanggengan, penundaan, dan penangguhan makna hingga saat ini. Penundaan dan pelanggengan pemaknaan bencana alam pada hadis tersebut membentuk persepsi masyarakat Muslim bahwa bencana alam memang terjadi karena kemaksiatan manusia. Secara sains empiris, bencana alam merupakan fenomena yang terjadi secara alamiah. Menurut narasi al-Qur’an, bencana alam terjadi karena ulah perbuatan manusia yang merusak alam: di darat, di udara, dan di laut. Dari ketiga pemaknaan tersebut terlihat adanya benturan pemaknaan yang berbeda, namun makna bencana alam atas kemaksiatan sesama manusia lebih dominan hadir sebagai rezim pemahaman mutlak dibandingkan dengan bencana alam terjadi secara alami dan terjadi karena kemaksiatan manusia kepada lingkungan berikut alam.  Penelitian ini bertujuan menjawab dua pertanyaan: bagaimana makna bencana alam dalam hadis beserta redaksi sanad dan matannya, dan bagaimana dekonstruksi makna hadis tentang bencana alam dalam perspektif Jacques Derrida. Dengan menggunakan dekonstruksi Derrida, peneliti menganalisis matan dan sanad hadis, serta otoritas ulama yang sering kali meminggirkan kajian matan demi keotentikan  sanad, lebih dari itu dekonstruksi kebenaran pesan dibalik matan untuk menguji hadis secara keseluruhan yang mengarah pada pembatalan dan penghapusan. Para ulama cenderung menggunakan pandangan metafisik-logosentris yang menyatakan bahwa maksiat pasti menyebabkan bencana alam. Peneliti berusaha menampilkan makna-makna lain yang terpinggirkan dan menunjukkan ketidaktunggalan makna.  Penelitian ini menghasilkan dua kesimpulan utama: Pertama, makna bencana alam yang dijelaskan dalam tiga hadis yaitu al-Tirmidzi 2211-2212 dan Ahmad 3809 secara pasti menetapkan bahwa bencana alam terjadi karena kemaksiatan yang dilakukan oleh sesama manusia. Pemaknaan pada hadis tiga hadis tersebut juga mendapatkan dukungan berupa komentar oleh para ulama sebagai legitimasi absolut yang kemudian membentuk persepsi berikut paradigma umat Muslim terhadap bencana alam yang terjadi dalam kehidupan di muka bumi, secara khusus di negara Indonesia. Legitimasi para ulama lewat komentar-komentarnya tersebut juga mengakibatkan pemaknaan hadis mengalami stagnasi. Stagnasi pemaknaan ini menjadikan makna bencana alam dalam hadis mengalami pelanggengan, penundaan, dan penangguhan dari interpretasi baru yang sangat lama. Pelanggengan, penundaan, dan penangguhan pemaknaan hadis tentang bencana alam tersebut semakin jelas ketika melihat kesibukan para ulama hadis yang hanya menghabiskan waktu pada persoalan pengkajian sanad yang sangat konservatif dan cenderung mengabaikan analisis terhadap matan sebagai bagian esensial dalam hadis. Kedua, penggunaan dekonstruksi Jacques Derrida khususnya pada konsep differance menunjukkan bahwa makna tiga hadis yang menjelaskan bencana alam terjadi differance dengan makna bencana alam di era kekinian. Di era kontemporer, bencana alam dapat terjadi karena dua faktor: Pertama, earth’s natural systems. Kedua, man's poor relationship with nature. Kedua faktor tersebut dijelaskan dalam al-Qur’an dan geosains. Dengan demikian, hadis al-Tirmidzi dan Ahmad telah batal berikut gugur secara keseluruhan karena kemaksiatan manusia dengan bencana alam tidak mempunyai dasar kebenaran berdasarkan uji kompararif tersebut: baik aspek sanadnya maupun matannya. Namun, tiga hadis tersebut masih dapat digunakan, bukan pada tataran penjelasan kebenaran, melainkan pada tataran pendisiplinan moral. Narasi-narasi hadis tersebut tidak mencerminkan kebenaran faktual dikarenakan posisi hadis tersebut lebih mengarah pada aspek visi  utopis Nabi, kiasan, cerita masa lalu, renungan, dan pengandaian untuk menanamkan rasa takut. Oleh karena itu, penelitian ini melahirkan metode baru dalam kajian hadis yaitu al-Intiqād al-Ḥaqīqīyah al-Hadiṡ, dekonstruksi kebenaran pesan dibalik matan hadis, yang melihat makna hadis tentang bencana alam sebagai tidak pasti dan selalu ditangguhkan, serta menggugat; membatalkan; dan menghapus sanad dan matan hadis.
%Z Pembimbing: Dr. H. Fahruddin Faiz, S.Ag., M.Ag