eprintid: 68864 rev_number: 10 eprint_status: archive userid: 12243 dir: disk0/00/06/88/64 datestamp: 2024-12-09 03:58:43 lastmod: 2024-12-09 03:58:43 status_changed: 2024-12-09 03:58:43 type: thesis metadata_visibility: show contact_email: muchti.nurhidaya@uin-suka.ac.id creators_name: Mahrani Br Pane, NIM.: 20105030128 title: KONSEP HILAL DALAM AL-QUR’AN PERSPEKTIF HAMKA DAN HASBI ASH-SHIDDIEQY (Studi Komparatif Tafsir Al-Azhar dan Tafsir An-Nur) ispublished: pub subjects: 297.1226 divisions: jur_ial full_text_status: restricted keywords: Konsep Hilal; Hamka; Hasbi note: Pembimbing: Dr. Ali Imron, S.Th.I., M.S.I. abstract: Penetapan awal bulan hijriah terutama di Indonesia merupakan persoalan ijtihad, sehingga memungkinkan terjadinya perbedaan pandangan. Perbedaan ini bisa disebabkan oleh perbedaan prinsip dalam memahami nash dan cara penerapannya. Penentuan tanggal Hijriah dalam kalender Islam sangat penting bagi umat muslim terutama di saat-saat yang sangat sering dibincangkan oleh umat yaitu pada saat penentuan 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Zulhijjah. Karena bulan ini adalah bulan-bulan ibadah yang ada di rukun Islam yaitu ibadah puasa ramadhan, membayar zakat fitrah sebelum shalat ‘idul fitri di bulan Syawal dan ibadah haji di bulan Dzulhijjah Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analisis yaitu metode yang mencoba mendeskripsikan penafsiran Hamka dan Hasbi untuk kemudian dilakukan analisa agar ditemukan persamaan dan perbedaan dari penafsiran kedua tokoh tersebut. Penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan Bagaimana penafsiranan Hamka dan Hasbi terhadap konsep hilal dalam Al-Qur’an. Apa persamaan perbedaan Hamka dan Hasbi serta Bagaimana corak pemikiran Hamka dan Hasbi terhadap metode penetapan hila>l. Hasil penelitian yang ditemukan adalah Keduanya sepakat bahwa kata hila>l dalam QS. Al-Baqarah [189] adalah penentu waktu dalam menentukan waktu ibadah seperti haji dan puasa. Dari persamaan-persamaan yang telah diteliti, penafsiran Hamka dan Hasbi menunjukkan bahwa benda-benda langit bergerak dengan teratur sebagai tanda bagi manusia untuk merenungkan keidahan atas ciptaan-Nya. Dalam QS. Al-An’am [96] mereka sependapat atas keesaan Allah dalam menciptkan matahari dan bulan sesuai dengan garis edarnya tanpa ada perubahan walaupun hanya setengah detik. Mereka menjelaskan bahwa bulan ditakdirkan memiliki 28 manaazil dalam QS. Yunus: [5] dan fase-fase yang bulan lalui mulai dari bulan sabit (hila>l), bulan purnama sampai kembali lagi menjadi tipis seperti tandan yang sudah tua seperti dalam QS. Yasin [39]. Namun, terdapat perbedaan yang siginfikan dalam hal implikasi dari fenomena langit terhadap ilmu pengetahuan dan praktik keagamaan. Hamka dalam menafsirkan ayat-ayat hila>l cenderung menekankan dimensi filosofis dan spiritual, diawali dengan ajakan untuk bangkit dari ke-ummian dalam QS. Al-Baqarah [189] dan mengisyaratkan untuk mengtehaui ilmu falak atau ilmu hisab seperti dalam menafsirkan QS. Yunus [5]. Hamka juga menunjukkan rasa kagum atas keteraturan dan kebesaran ciptaan Allah bagaimana fenomena alam memberikan pelajaran kepada manusia tentang waktu dan perhitungan yang diperlukan untuk menjalani kehidupan agar teratur dan seimbang dalam pernafsirannya terhadap QS. Yasin [39.] Sebaliknya, Hasbi lebih menekankan pada implikasi praktis dari fenomena langit untuk praktik agama dalam kehidupan sehari-hari. Hasbi menyoroti pentingnya penggunaan kalender Qamariyah dalam menentukan perayaan keagamaan seperti ibadah puasa dan haji dalam QS. Yunus [5]. Dan Hasbi berpendapat bahwa pengamatan pada peredaran malam-siang, pergantian musim dan peredaran bulan- bintang-bintang untuk dapat mengambil hikmah dari fenomena alam dalam menjaga praktik keislaman seperti dalam penafisrannya terhadap QS. Yasin ayat [39]. Adapun pada praktek penggunaan metode dalam menentukan hila>l ini, terdapat inkosistensi dari pernyataan Hamka, dalam Tafsi>r Al-Azha>r ia condong lebih menggunakan metode hisab sedangkan pada pernyataannya dalam buku Saya Kembali Ke Rukyat ia berubah pikiran untuk menggunakan metode rukyat setelah menghadiri Konferensi International Islamic Conference di Kuala Lumpur pada tanggal 21-27 April tahun 1969. Namun Hasbi, pernyataannya tetap konsisten baik dalam tafsirnya maupun dalam buku Pedoman Puasa. Ia menyatakan bahwa dalam menentukan awal bulan Hijriah dengan memposisikan rukyat dan hisab secara adil dengan kata lain rukyat dan hisab masing-masing tidak dapat berdiri sendiri dan keduanya saling membutuhkan. date: 2024-09-11 date_type: published pages: 118 institution: UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA department: FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM thesis_type: skripsi thesis_name: other citation: Mahrani Br Pane, NIM.: 20105030128 (2024) KONSEP HILAL DALAM AL-QUR’AN PERSPEKTIF HAMKA DAN HASBI ASH-SHIDDIEQY (Studi Komparatif Tafsir Al-Azhar dan Tafsir An-Nur). Skripsi thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA. document_url: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/68864/1/20105030128_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf document_url: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/68864/2/20105030128_BAB-II_sampai_SEBELUM-BAB-TERAKHIR.pdf