%A NIM.: 20103050074 M. Syauqi Fittaqi %O Pembimbing: Bustanul Arifien Rusydi, M.H. %T PENERAPAN PUTUSAN MK NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TERHADAP PEMBUKTIAN PERKARA ASAL-USUL ANAK: STUDI KASUS PANDANGAN HAKIM PENGADILAN AGAMA PURWOKERTO %X Fakta masih banyaknya perkawinan di bawah tangan dapat dilihat antara lain dari jumlah pasangan suami istri yang mengajukan permohonan isbat nikah (pengesahan nikah) ke Pengadilan Agama, bahkan ada beberapa Pengadilan Agama yang bekerja sama dengan Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama yang mengadakan program isbat nikah massal. Hifż al-nasl (memelihara keturunan) merupakan salah satu unsur maqāṣid ash-syarī‘ah yang penting di samping 4 unsur lainnya, karena anak yang dilahirkan dari perkawinan yang tidak sah akan terhalang hak-haknya. Dalam putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 memberikan opsi untuk pembuktian dalam perkara permohonan penetapan asal-usul anak, yaitu alat bukti berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun, tidak banyak perkara permohonan penetapan asal-usul anak di Pengadilan Agama termasuk Pengadilan Agama Purwokerto pada tahun 2023 yang menggunakan alat bukti berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, di mana fokus kajian melibatkan norma, peraturan, asas hukum, prinsip hukum, doktrin hukum, teori hukum, dan referensi kepustakaan sebagai upaya untuk menjawab pokok permasalahan dalam penelitian ini. Metode analisis data yang digunakan adalah deskriptif analisis dengan menggunakan wawancara terhadap hakim di Pengadilan Agama Purwokerto sebagai data primer dan Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 sebagai data skunder. Hasil penelitian ini adalah: pertama, sistem pembuktian dalam perkara perdata di Indonesia menganut sistem pembuktian positif (Positief Wettelijk Bewijstheorie), di mana hakim memutus perkara berdasarkan alat-alat bukti yang diatur dalam undang-undang. Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 mendorong perubahan dalam praktik hukum, termasuk adopsi prosedur yang lebih transparan dan adil dalam menguji dan membuktikan asal-usul anak. Ini berdampak pada cara pengacara, hakim, dan pihak-pihak terkait lainnya dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan anak-anak lahir di luar perkawinan. Putusan ini menjadi salah satu landasan dalam reformasi hukum terkait hak-hak anak dan pembuktian dalam hukum perdata. Ini memperkuat kesetaraan hak anak dan memperjelas proses hukum terkait pengakuan anak yang lahir di luar perkawinan. Kedua, Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 yang memungkinkan penetapan asal-usul anak tanpa pembuktian ilmiah sejalan dengan maqāṣid ash-syarī‘ah, terutama dalam hal hifż al-nasl (memelihara keturunan). Keputusan ini membantu memberikan kepastian hukum yang diperlukan untuk melindungi hak-hak anak dan menjaga kesejahteraan sosial, meskipun harus diterapkan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip syariah secara menyeluruh. Dalam praktiknya, pengadilan agama harus memastikan bahwa keputusan ini tidak hanya memenuhi kebutuhan hukum dan sosial, tetapi juga tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan akal sehat. %K origin of children; evidence; Maqāṣid Ash-Syarī‘Ah %D 2024 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %L digilib69055