TY - THES N1 - Mu?tashim Billah, S.H.I., M.H. ID - digilib69609 UR - https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/69609/ A1 - Puspita Lailatut Thohiroh, NIM.: 19103060055 Y1 - 2024/11/28/ N2 - Pewarna makanan sangat berpengaruh guna menarik minat konsumen. Pada masa kini, penggunaan pewarna makanan dan minuman tidak hanya berasal dari tumbuhan atau bahan kimia, namun juga berasal dari hewan termasuk serangga yang dipertanyakan status kehalalannya. Serangga yang ramai diperbincangkan, yakni cochineal menghasilkan warna merah untuk ditambahkan pada makanan dan minuman. Adanya fenomena tersebut menjadikan Malaysia dan Indonesia mengeluarkan fatwa supaya dapat dijadikan pedoman umat Islam. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwa Nomor 33 Tahun 2011 menyatakan bahwa penggunaan cochineal sebagai pewarna ini halal hukumnya, sedangkan Pejabat Mufti Wilayah Persekutuan Malaysia dalam Irsyad Hukum Siri ke-817 menyampaikan bahwa haram hukumnya menggunakan cochineal sebagai pewarna makanan. Pokok permasalahan ini adalah mengapa terjadi perbedaan pendapat antara Majelis Ulama Indonesia dan Pejabat Mufti Wilayah Persekutuan Malaysia. Metode penelitian yang akan digunakan penulis untuk menyelesaikan permasalahan di atas adalah kualitatif berupa penelitian Pustaka (library research), yaitu penelitian menggunakan data kepustakaan untuk mengumpulkan data. Sumber data primer berupa keputusan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan fatwa Pejabat Mufti Wilayah Persekutuan Malaysia, sedangkan data sekunder berasal dari kitab, buku, dan jurnal yang berhubungan dengan penelitian ini. Selanjutnya pokok permasalahan tadi akan diteliti menggunakan pendekatan normatif yuridis dan dianalisis menggunakan teori qiya>s Abu Zahra. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan hukum halal pada pewarna makanan dan minuman berbahan dasar cochineal selama itu tidak membahayakan, sebab hukum mengonsumsi cochineal ini disamakan dengan hukum mengonsumsi belalang, karena keduanya memiliki persamaan ?illat yakni hewan yang darahnya tidak mengalir dan bermanfaat berdasarkan hadis nabi. Adapun fatwa Pejabat Mufti Wilayah Persekutuan Malaysia kurang pas apabila dianalisis menggunakan qiya>s, sebab dalam fatwanya tidak mencukupi persyaratan qiya>s, yakni dalam menyamakan objek tidak langsung pada Alquran dan hadis, melainkan kepada pendapat ulama. Berdasarkan hal tersebut peneliti menggunakan qiya>s versi lain yang disebut ilhaqi, karena dalam prakteknya metode ini mirip dengan qiya>s. Hasilnya Pejabat Mufti Wilayah Persekutuan Malaysia menyatakan haram mengonsumsi pewarna makanan dan minuman berbahan dasar cochineal, karena cochineal disamakan dengan h{asyara>t yang memiliki wajh al-ilhaq menjijikkan (khaba>is) sehingga haram hukumnya untuk dikonsumsi PB - UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA KW - cochineal; MUI; qiyas; pewarna makanan M1 - skripsi TI - HUKUM PENGGUNAAN PEWARNA MAKANAN BERBAHAN DASAR SERANGGA (COCHINEAL) PERBANDINGAN PUTUSAN PEJABAT MUFTI WILAYAH PERSEKUTUAN MALAYSIA DAN PUTUSAN MAJELIS ULAMA INDONESIA AV - restricted EP - 121 ER -