%A NIM.: 22203012060 Ahmad Ahda Sabila, S.H. %O Prof. Dr. H. Ali Sodiqin, M.Ag. %T FATWA ABDUL QADIR HASSAN TENTANG POLIGAMI DENGAN BIBI ISTRI : PERSPEKTIF ISTIQRA’ MA’NAWI %X Perkawinan merupakan salah satu bagian esensial dari siklus kehidupan bermasyarakat. Perkawinan tidak hanya mempersatukan pasangan, tetapi juga memiliki peran signifikan dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, perkawinan diatur melalui hukum dan aturan, termasuk aturan mengenai poligami. Poligami merupakan permasalahan sosial klasik yang terus diperdebatkan di kalangan umat Islam. Latar belakang penelitian diawali dengan adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum poligami dengan bibi istri. Mayoritas ulama berpendapat bahwa hal tersebut haram, sedangkan pendapat yang lain membolehkan poligami dengan bibi istri berdasarkan penafsiran terhadap ayat Al-Qur'an yang menyebutkan wanita-wanita yang haram dinikahi, namun tidak secara tegas menyebutkan larangan menikahi bibi istri. Sementara Abdul Qadir Hassan menyatakan bahwa hukumnya hanya makrūh, yaitu tindakan yang lebih baik dihindari. Fatwa ini berlandaskan pada pemahaman bahwa meskipun ada hadis yang melarang, larangan tersebut tidak mencapai derajat haram. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan fatwa Abdul Qadir Hassan tentang poligami dengan bibi istri dan menganalisisnya menggunakan perspektif epistemologi hukum Islam serta metode istiqrā' ma'nawī. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan dengan pendekatan filosofis. Teori yang digunakan adalah konsep epistemologi hukum Islam yang mencakup tiga pendekatan: bayānī, burhānī, dan 'irfānī. Selain itu, metode istiqrā' ma'nawī digunakan sebagai alat analisis untuk mengkaji kesesuaian fatwa Abdul Qadir Hassan dengan tujuan-tujuan syariat Islam (maqāṣid asy-syarī'ah). Hasil penelitian menunjukkan bahwa fatwa Abdul Qadir Hassan tentang poligami dengan bibi istri didasarkan pada interpretasi literal terhadap Q.S. an-Nisā' (4): 22-24 dan dua hadis riwayat al-Bukhārī. Ia berpendapat bahwa ayat tersebut hanya melarang pernikahan dengan 14 golongan wanita tertentu, sementara hadis yang melarang poligami dengan bibi istri tidak dapat dianggap sebagai penjelasan atas ayat yang lebih umum. Abdul Qadir Hassan menyimpulkan bahwa larangan tersebut hanya bersifat makrūh, bukan haram. Analisis dengan metode istiqrā' ma'nawī menunjukkan bahwa fatwa Abdul Qadir Hassan bertentangan dengan tujuan-tujuan syariat Islam (maqāṣid asy-syarī'ah), khususnya dalam menjaga aspek agama (ḥifẓ ad-dīn), jiwa (ḥifẓ an-nafs), keturunan (ḥifẓ an-nasl), dan kehormatan (ḥifẓ al-'irḍ). Poligami dengan bibi istri berdampak pada keretakan hubungan keluarga, konflik psikologis, dan rusaknya martabat keluarga, sehingga hal ini bertentangan dengan prinsip kemaslahatan yang menjadi tujuan utama hukum Islam. Dengan demikian, fatwa Abdul Qadir Hassan yang menyatakan poligami dengan bibi istri hanya bersifat makrūh bertentangan dengan maqāṣid asy-syari'ah. %K Fatwa, Abdul Qadir Hassan, poligami dengan bibi istri, istiqra’ ma’nawi %D 2024 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %L digilib69670