%A NIM.: 21105030011 Silvi %O Asep Nahrul Musadad, S.Th.I, M.Ag. %T RELASI QIWAMAH DAN BIMA ANFAQU PADA QS. AN-NISA’ AYAT 34 DALAM LITERATUR TAFSIR ERA KLASIK, PERTENGAHAN DAN MODERN-KONTEMPORER (KAJIAN KONTINUITAS DAN PERUBAHAN) %X Penafsiran al-Qur'an merupakan sebuah disiplin ilmu yang terus berkembang seiring perubahan sosial, budaya, dan intelektual masyarakat. Penelitian ini mengkaji QS. An-Nisā’ ayat 34 melalui pendekatan kontinuitas dan perubahan dalam tiga periode utama yakni periode klasik, pertengahan, dan modern-kontemporer. Ayat ini memuat isu sentral mengenai relasi gender, kepemimpinan dalam rumah tangga, serta tanggung jawab ekonomi antara laki-laki dan perempuan. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan narasi tafsir dari berbagai mufassir lintas zaman dan menganalisis kontinuitas serta perubahan yang muncul dalam pemahaman terhadap ayat ini. Teori Inherited Corpus Materials (ICM) yang dikembangkan oleh Walid Saleh menjadi pijakan teoritis dalam penelitian ini untuk membangun narasi kesinambungan yakni tentang material yang diwariskan dari masa ke masa mengenai konsep qiwāmah. Dalam arti konsep qiwāmah dari tafsir klasik, pertengahan, hingga modern-kontemporer tetap memiliki narasi qiwāmah yang sama yakni sebagai pemimpin atas perempuan dan orang yang memiliki tanggung jawab. Dan konsep qiwāmah akan mengalami perubahan ketika direlasikan dengan bimā anfaqū yang mana ketika qawwām tersebut tidak bimā anfaqū maka qawwām-nya hilang, bahkan terdapat pengajuan fasakh dan lain sebagainya. Maka dari itu selain menggunakan teori kontinuitas, penelitian ini juga menggunakan teori sejarah perkembangan tafsir juga menjadi landasan untuk menjelaskan perubahan yang merujuk pada pemikiran Abdul Mustaqim, sedangkan isu relasi gender, sebagai pijakan teoritik untuk membangun perubahan, yang mana untuk menjelaskan bagaimana dinamika ruang publik dan domestik dalam narasi tafsir ini. Hasil penelitian ini terbagi menjadi menjadi dua bagian, pertama mayoritas tafsir klasik dan pertengahan cenderung menempatkan laki-laki di ranah publik sedangkan perempuan di ranah domestik. Kedua, meskipun demikian, terdapat dua narasi minoritas yang berbeda yang direpresentasikan oleh al-Kiyā al-Harrāsī dari tafsir periode klasik dan al-Qurtubī dari tafsir periode pertengahan. Meskipun pada dasarnya dua narasi ini masih mengakui superioritas laki-laki dalam ruang publik dan perempuan di ranah domestik, tetap ada perbedaan perspektif dari tafsir ahkām yang kedua mufassir ini gunakan. Narasi tafsir ahkām ini dibangun atas dasar pemikiran para fuqahā yang menghasilkan tafsir dengan penekanan berbeda, dan nalar ini kemudian dilanjutkan dalam tafsir modern. Ketiga, pada tafsir modern-kontemporer, muncul reinterpretasi atau penafsiran ulang terhadap perkembangan sebelumnya, seperti Muhammad ‘Abduh, al-Qāsimī, dan Sayyid Ḥusayn Faḍlullāh. Narasi minoritas yang muncul pada periode klasik dan pertengahan, seperti tafsir ahkam oleh al-Kiyā Harrāsī dan al-Qurtubī, menjadi lebih mainstream dalam tafsir seperti al-Manār, Mahāsīn at-Ta’wīl dan Min Wahy al-Qur’ān. Narasi tersebut menggunakan analisis mafhum muwāfaqah dan mukhālafah, meskipun landasan nalar tersebut belum sepenuhnya melampaui tafsir ahkam yang dirumuskan pada periode klasik dan pertengahan. %K QS. An-Nisa’ ayat 34, Kontinuitas dan Perubahan, Tafsir Periode Klasik, Pertengahan, dan Modern-Kontemporer, ICM (Inherited Corpus Materials) %D 2025 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %L digilib70113