%A NIM.: 22205032055 Linda Maesura’ %O Dr. Muhammad Akmaluddin, M.S.I %T HADIS-HADIS DIFABEL (REINTERPRETASI TELAAH HISTORIS HERMENUTIS) %X Diskriminasi terhadap difabel sering menjadi isu yang relevan untuk dikaji, terutama dalam konteks agama, yang memengaruhi pola pikir masyarakat. Sebagai sumber hukum kedua dalam Islam setelah Al-Qur'an, hadis memiliki peran penting dalam membentuk pandangan dan tindakan umat Islam terhadap berbagai isu, termasuk difabilitas. Namun, pemahaman terhadap hadis sering kali terjebak dalam interpretasi tekstual yang literal, sehingga berpotensi melahirkan bias atau kesalahpahaman, seperti anggapan bahwa beberapa hadis mendukung diskriminasi terhadap difabel. Misalnya, hadis yang berkaitan dengan sikap Rasulullah terhadap Abdullah bin Ummi Maktum, seorang difabel netra, kerap dipahami secara keliru tanpa mempertimbangkan konteks historis dan sosialnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hadis-hadis terkait difabel dengan pendekatan metodologi hermeneutik, khususnya teori Nasr Hamid Abu Zayd, yang menawarkan cara memahami teks melalui analisis makna asli (ma‘na), signifikansi sosial (maghza), dan dimensi tersembunyi (maskut ‘anhu) dengan focus sumber utama hadis adalah Riwayat Imam Tirmizi No. 3254 menggunakan metode kualitatif berbasis studi kepustakaan (library research). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa hadis-hadis tentang difabel perlu dipahami secara kontekstual dengan mempertimbangkan latar historis dan sosial saat hadis tersebut diturunkan. Bahwa teks-teks hadis yang tampak diskriminatif terhadap difabel sebenarnya harus dipahami dalam konteks zamannya. Misalnya, peristiwa yang melibatkan Abdullah bin Ummi Maktum menunjukkan bahwa interaksi Nabi dengan beliau tidak bermaksud diskriminatif, tetapi lebih mencerminkan dinamika sosial dan prioritas dakwah pada masa itu. Dengan menggunakan pendekatan hermeneutik, ditemukan bahwa hadis-hadis ini sebenarnya mengandung pesan-pesan penting tentang penghormatan terhadap hak difabel dan nilai-nilai kesetaraan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pemahaman literal terhadap hadis sering kali menyempitkan maknanya, sehingga memunculkan bias interpretasi yang tidak sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmat lil ‘alamin. Hadis-hadis yang membahas tokoh-tokoh difabel, seperti Abdullah bin Ummi Maktum mislanya, justru menjadi bukti bahwa Islam mengakui dan menghormati peran difabel dalam masyarakat, baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari komunitas umat Muslim. Dengan demikian penelitian ini menemukan bahwa nuansa diskriminatif dalam beberapa hadis terkait difabel sebenarnya tidak mencerminkan nilai-nilai Islam secara keseluruhan. Sebaliknya, hadis-hadis tersebut justru mengandung pesan moral tentang kesetaraan dan penghormatan terhadap hak difabel. Dengan pendekatan hermeneutik, makna hadis menjadi lebih luas dan aplikatif, memberikan pandangan baru tentang kesetaraan dan inklusi sosial dalam masyarakat modern. Dalam konteks saat ini signifikansi hadis-hadis difabel dapat beradaptasi dengan Masyarakat modern dengan konteks keindonesiaan yang terletak pada nilai-nilai reinterpretasi dihasilkan dari bacaan hermeneutik Nasr Hamid Abu Zayd yang dikorelasikan dengan undang-undang penyandang difabel di Indonesia dapat mewujudkan praktik inklusif dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dalam mendukung hak-hak difabel di tengah-tengah masyarakat. %K Hadis, Difabel, Reinterpretasi %D 2024 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %L digilib70159