%0 Thesis %9 Skripsi %A Fachri Paripurna, NIM.: 99363887 %B FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM %D 2006 %F digilib:70487 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %K poligami; Muhammad Syahrur %P 99 %T POLIGAMI DALAM ISLAM (STUDI KOMPARASI ANTARA PEMIKIRAN MUHAMMAD ABDUR DAN MUHAMMAD SYAHRUR) %U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/70487/ %X Para ulama tidak meragukan keabsahan poligami, karena sudah diatur dalam an-Nisa' (4): 3, bahkan Rasulullah sendiri melakukan poligami. Poligami dapat diabsahkan dengan syarat suami sanggup berlaku adil kepada para istrinya. Selain itu, praktek poligami itu maksimal empat orang. Namun di sisi berbeda, Muhammad Abduh menggugat poligami. Bagi Abduh, manllSia tidak akan bisa berbuat adil kepada para istrinya, sedangkan keadilan itu merupakan syarat kebolehan poligami. Dari rentetan logika ini bisa disimpulkan bahwa poligami hukumnya haram. Gugatan yang berbeda juga dilontarkan oleh Muµammad Syaµriir. Walaupun tidak mengharamkan poligami, dia menekankan bahwa visi poligami adalah untuk melindungi para janda dan anak yatim. Karena itu poligami hanya bisa dilakukan dengan menikah para janda yang punya anak yatim. Poligami bukanlah saluran untuk semata memuaskan hawa nafsu kaum Adam. Pokok masalah penelitian ini adalah bagaimana pandangan Mutiammad Abduh dan Muµammad Syahrur tentang poligami? Dan bagaimana ru.'Pek perbedaan dan persamaan pendapat antara Muhammad Abduh dan Muµammad Sya\lfur tentang poligami?. Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka. Sifat penelitian adalah deskriptif-analitik. Pendekatan yang digunakan adalah Ushul Fiqh untuk memahami dalil-dalil yang digunakan oleh keduanya. Analisis yang digunakan adalah komparatif, dengan membandingkan antara pandangan Muµammad Abduh dan Muµammad Syahriir tentang poligami. Kesimpulan dari penelitian ini adalah: menurut Muµammad Abduh, poligami hukumnya haram di masa sekarang ini. Poligami baru dapat dibenarkan kalau memang kondisi sangat darnrat, seperti keadaan istri yang tidak bisa hamil dan lain sebagainya. Alasan Muµammad Abduh melarang poligami adalah karena manusia itu tidak akan mungkin sanggup berlaku adil kepada para istrinya baik secara lahiriah ataupun batiniah, karena hal itu telah diisyaratkan Allah dalam an-Nisa' 129. Padahal syarat kebolehan berpoligami adalah mampu bersikap adil. Sedangkan bagi Muµammad Syahrir, dengan menggunakan analisis linguistik sintagmatis-'paradigmatis, menafsirkan an-Nisa' ( 4): 3 secara berbeda. Dia berkesimpulan bahwa konteks ayat tersebut adalah perlindungan kepada para janda dan anak yatim. Kaitannya dengan poligami, poligami bisa dibenarkan kalau istri istri kedua sampai keempat itu berstatus janda dan punya anak yatim. Dan poligami maksimal empat orang. Aspek persamaan antara kedua pemikir ini adalah pada kesamaan rujukan ayat, upaya reinterpretasi terhadap ayat poligami, ijtihad, pengetatan terhadap poligami, poligami maksimal empat dan keharusan berlaku adil. Sementara aspek perbedaan antara keduanya adalah perbedaan perspektif dalam membaca al­Qur'an, perbedaan pendekatan, perbedaan corak pemikiran, Abduh mengbaramkan poligami sementara Syahrur tidak, dan Syahrur melihat hikmah poligami, sementara Abduh tidak melibat adanya hikmah. %Z Drs. Fuad Zein, MA