%A NIM.: 20103050030 Zakia Ilma Mazida %O Fatma Amilia, S.Ag., M.Si. %T ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP FATWA DAIRAH AL-IFTA’ YORDANIA NOMOR 3105 TENTANG HUKUM PERKAWINAN ORANG DALAM GANGGUAN JIWA %X Berakal sehat merupakan salah satu dari syarat dibebankannya taklif hukum Islam, termasuk sebagai bagian syarat bagi calon pengantin dalam perkawinan. Dalam kondisi adanya keinginan dan kebutuhan menikah pada orang dalam gangguan jiwa, penulis mendapati fatwa dari Da>irah al-Ifta>’ sebagai lembaga fatwa keagamaan resmi Yordania yang memperbolehkan perkawinan dilakukan, baik dalam gangguan jiwa yang bersifat mutlak maupun temporal. Belum adanya fatwa keagamaan dan ketentuan hukum positif mengikat akan perkawinan orang dalam gangguan jiwa di Indonesia, membuat penulis tertarik melakukan kajian penelitian atas fatwa Da>irah al-Ifta>’ Yordania nomor 3105 tentang hukum perkawinan orang dalam gangguan jiwa. Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif untuk melakukan analisis hukum Islam terhadap fatwa Da>irah al-Ifta>’ Yordania Nomor 3105. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah maqa>s}id syari>’ah kontemporer oleh Jasser Auda. Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian pustaka (library research) dengan data primer yakni fatwa tersebut dan didukung data sekunder berupa kitab-kitab yang digunakan sebagai rujukan dalam fatwa serta buku-buku, jurnal, artikel dan sumber-sumber lainnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa alasan kebolehan perkawinan orang dalam gangguan jiwa pada fatwa Da>irah al-Ifta>’ Yordania baik yang bersifat temporal maupun mutlak apabila dibutuhkan dan dipandang maslahat didasarkan oleh pendapat Mazhab Syafi’iyah yang merupakan mazhab yang diikuti oleh Da>irah al-Ifta>’ Yordania serta undang-undang hukum keluarga di negara tersebut. Dalam tinjauan perspektif maqa>s}id syari>’ah kontemporer, ketahanan keluarga atas perkawinan orang dalam gangguan jiwa mengalami kerentanan khususnya akibat tidak terpenuhi ketahanan fisik, ekonomi, sosial-psikologis, sosial budaya dan gender disebabkan ketimpangan yang diperoleh oleh pasangan bagi orang dalam gangguan jiwa yang mengharuskannya untuk menjadi primary caragiver atau perawat utama orang dalam gangguan jiwa bahkan juga mengalami beban ganda akibat harus mencari penghasilan untuk keluarga pula. Oleh karena itu perkawinan orang dalam gangguan jiwa yang bersifat mutlak utamanya, lebih baik tidak dilakukan berdasarkan kontekstualisasi maqa>s}id syari>’ah yang tak hanya untuk kemaslahatan individu namun juga bertujuan dalam pengembangan ketahanan institusi keluarga. %K perkawinan; ODGJ; maqasid syari’ah %D 2025 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %L digilib70549