eprintid: 70550 rev_number: 11 eprint_status: archive userid: 12243 dir: disk0/00/07/05/50 datestamp: 2025-03-20 03:31:39 lastmod: 2025-03-20 03:31:39 status_changed: 2025-03-20 03:31:39 type: thesis metadata_visibility: show contact_email: muchti.nurhidaya@uin-suka.ac.id creators_name: Halma Tussa 'Diah, NIM.: 20103060040 title: MAHAR MENGAJARKAN AL-QUR’AN: STUDI KOMPARATIF PANDANGAN ULAMA MAZHAB HANAFII DAN MAZHAB SYAFI’I ispublished: pub subjects: 346.01 subjects: mas_mahar divisions: jur_pma full_text_status: restricted keywords: mahar; mengajarkan al-Qur’an; Ta’aruḍ al-Adillah; tarjih note: Dr. H. Muhammad Anis Mashduqi, Lc., M.SI. abstract: Pada umumnya mahar berupa materi namun mahar juga dapat berupa non-materi seperti jasa. Mahar mengajarkan al-Qur’an dinilai sebagai mahar jasa oleh ulama mazhab Syaafi’i sedangkan ulama mazhab Hanafi tidak membolehkan hal itu karena mahar haruslah berupa materi dan pengajaran al-Qur’an tidak diperbolehkan diambil upah karena termasuk sebagai bentuk ketaatan seorang pemeluk agama. Berdasarkan permasalahan di atas penulis mengajukan dua rumusan masalah. Pertama, Bagaimana hukum menjadikan pengajaran al-Qur’an sebagai mahar menurut pandangan ulama mazhab Hanafi dan mazhab Syafi’ii. Kedua, Bagaimana analisis teori ta’aruḍ al-‘adillah terhadap hukum mahar mengajarkan al-Qur’an menurut pandangan Ulama Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi’i. Jenis penelitian ini ialah library research dengan metode penelitian deskriptif analisis komparatif dengan menggunakan kerangka teori ta’āruḍ al-‘adillah. Berdasarkan kajian yag telah dilakukan, penulis menghasilkan dua temuan. Pertama, Ulama dari kalangan mazhab Ḥanafī seperti al-Kasani, al-Mausulī, Ibnu Nujaim cenderung mengikuti pendapat Imam mazhabnya yang mengatakan bahwa batas minimal mahar ialah 10 dirham seperti dalam hadis riwayat Jābir dan mahar harus berupa harta berharga. al-Mauṣūlī dan Ibnu Nujaim berbeda pendapat dengan Imam Abu Ḥanīfah yang tidak membolehkan mahar mengajarkan al-Qur’an, keduanya sadar dan membolehkan mahar tersebut karena telah keluar fatwa yang mengatakan bahwa boleh mengambil upah dari mengajarkan al-Qur’an sehingga boleh pula dijadikan sebagai mahar. Meski keduanya masih menetapkan bahwa tetap diwajibkan memberikan mahar mitsil sebagai ganti. Disisi lain ulama dari kalangan mazhab Syāfi’ī seperti asy- Syīrāzī, an-Nawāwī dan Taqiyyuddīn cenderung mengikuti Imam mazhabnya yang mengatakan mahar mengajarkan al-Qur’an diperbolehkan seperti dalam hadis riwayat Sahl bin Sā’ad. Asy-Syīrāzī menambahkan keterangan bahwa tidak diperbolehkan mengajarkan Taurat ataupun mengajarkan al-Qur’an pada kafir żimmi yang tidak memiliki niat untuk masuk Islam. an-Nawāwī memberikan syarat agar pemberian maharnya harus dengan usaha dan jelas baik dari segi kadar materi, qiraat dan waktu. Kedua, dalil yang digunakan masing-masing ulama mazhab dapat diharmonisasikan menggunakan al-jam’u wa attaufīq dan dapat dilakukan tarjīḥ dengan beberapa ketentuan. date: 2025-01-15 date_type: published pages: 149 institution: UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA department: FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM thesis_type: skripsi thesis_name: other citation: Halma Tussa 'Diah, NIM.: 20103060040 (2025) MAHAR MENGAJARKAN AL-QUR’AN: STUDI KOMPARATIF PANDANGAN ULAMA MAZHAB HANAFII DAN MAZHAB SYAFI’I. Skripsi thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA. document_url: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/70550/1/20103060040_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf document_url: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/70550/2/20103060040_BAB-II_sampai_SEBELUM-BAB-TERAKHIR.pdf