<> "The repository administrator has not yet configured an RDF license."^^ . <> . . . "Memakmurkan Masjid Mensejahterakan Masyarakat: Pembelajaran Masjid Jogokaryan"^^ . "Setiap agama memiliki truth claim bahwa\r\nkebenaran ada pada pihaknya. Setiap agama\r\nmemiliki ambisi hegemonik. Untuk\r\nmewujudkannya para tokoh agama berusaha melakukan\r\naktivitas-aktivitas mengajak kepada umat manusia untuk\r\nmengikuti agamanya. Dakwah merupakan diksi yang\r\ndimiliki Islam yang artinya memanggil, menyeru dan\r\nmengajak. Namun secara luas dakwah adalah\r\npenjabaran, penterjemahan, pelaksanaan Islam dalam\r\nkehidupan dan penghidupan manusia termasuk dalam\r\nhal ini adalah politik, ekonomi, sosial, pendidikan, ilmu\r\npengetahuan, kesenian, kekeluargaan. Bahkan dapat\r\ndiartikan dakwah seluas kehidupan itu sendiri (Anshari,\r\n2004:152). Hal ini dapat dimaknai bahwa dakwah adalah\r\nsegala kegiatan untuk perbaikan dan pembangunan\r\nmasyarakat. Umat lain menggunakan kata evangelism\r\natau penginjilan. Namun demikian secara sederhana\r\nkeduanya adalah aktifitas para pelaku agama untuk\r\nmengajak kepada paham agama. Sedangkan Yahudi\r\njustru meyakini agama Yahudi adalah agama untuk\r\nmereka dan keturunannya saja. Semangat untuk menyeru agama agar mengimani\r\nmereka merupakan semangat fase awal agama untuk\r\neksistensi agama di masa yang akan datang. Mereka\r\nkhawatir agama akan punah tanpa adanya aktivitas ini.\r\nBerbagai macam inovasi dan kreatifitas “mengajak”\r\ndilakukan. Namun demikian teori “mengajak” tidak\r\npernah menjadi teori pengetahuan yang esensial untuk\r\nmeningkatkan kualitas kehidupan umat manusia.\r\nMengajak dalam hal ini sebatas mengajak umat manusia\r\nmengimani sebuah agama, belum sampai pada taraf\r\nmeningkatkan kualitas hidup dan meningkatkan\r\nkebijaksanaan. Masih terbatas untuk untuk mengimani\r\nagama disertai klaim klaim kesejahteraan dan\r\nkebahagiaan eskatologis. Apakah hal tersebut yang dikehendaki agama?\r\nApakah hakikat ajakan tersebut sebenarnya untuk\r\nmeningkatkan integritas dan kebijaksanaan manusia\r\natau untuk mengimani klaim kebenaran sebuah agama\r\natau bahkan untuk kesejahteraan umat manusia? Akan\r\nsangat melelahkan jika hanya mengajak umat manusia\r\nuntuk mengimani apa yang kita imani. Studi kritis\r\nterhadap keshahihan pemaknaan aktivitas menyeru dan\r\nmengajak yang selama ini berkembang sangat\r\ndibutuhkan dalam rangka menemukan teori menyeru\r\nyang lebih shahih dan otentik. Hal ini yang menjadi perhatian serius para takmir\r\nmasjid Jogokariyan. Masjid di era digital tidak hanya\r\nsebagai tempat untuk menanamkan keyakinan agama\r\nnamun juga menjadi media yang strategis untuk\r\nmeningkatkan kesejahteraan jamaah maupun umat\r\nmanusia. Menyeru untuk meningkatkan kualitas dan\r\nintegritas internal umat islam merupakan pilihan\r\nterdekat. Hal ini didasari minimnya kompetensi dan\r\nketerampilan hidup yang dimiliki umat. Hal yang kurang\r\nelok jika menuntut umat untuk selalu menyeru orang lain\r\nnamun dirinya sendiri masih lemah baik secara financial\r\nmaupun kecakapan hidup. Dengan demikian tidak\r\nmengherankan jika program kegiatan yang dilakukan\r\nmasjid ini terdiri dari berbagai macam program tidak\r\nhanya bersifat kegiatan religius/ritual agama/ ibadah\r\nmahdhah namun juga kegiatan untuk meningkatkan\r\nkompetensi jamaah untuk kecakapan hidup dan\r\nkemampuan finansialnya kelak setelah berumahtangga.\r\nBahkan lebih jauh masjid ini menjadi satu satunya masjid\r\nyang berhasil memiliki dan mengelola Hotel Masjid yang\r\ndiperuntukkan bagi para musafir di Jogjakarta dengan\r\nmemberdayakan UMKM sekitar masjid dan jamaah\r\nsebagai karyawan hotel masjid.\r\nPemaknaan masjid sebagai media efektif untuk\r\nmeningkatkan kualitas jamaah merupakan pemahaman\r\nyang mewah bagi para takmir masjid, mengingat masjid\r\nyang ada di Indonesia yang jumlahnya mendekati jutaan belum memiliki lembaga yang khusus untuk\r\nmeningkatkan sumberdaya manusia dalam hal ini para\r\ntakmir. Dengan demikian para takmir masjid di\r\nIndonesia trial and error sendiri dalam menemukan versi\r\nuntuk membangun dan mengembangkan masjidnya,\r\ntermasuk masjid Jogokariyan. Namun demikian proses\r\ntersebut benar benar tidak mengkhianati hasil akhir.\r\nPengelolaan masjid Jogokariyan kini menjadi rujukan\r\nberbagai masjid di Indonesia bahkan di berbagai negara\r\ntetangga.\r\nPengelolaan masjid Jogokariyan pada dasarnya\r\ntidak merujuk fungsi manajemen yang pernah ada di\r\nkancah akademik seperti teori Shewart (1920) yang\r\nmembagi Plan, Do, Check, Act (PDCA) atau teori George\r\nTerry (1958) yang membagi fungsi manajemen menjadi\r\nPlanning, Organizing, Actuating, Controlling atau\r\nStephen Robbin (2010) membagi fungsi manajemen\r\nterdiri dari Planning, Organizing, Leading, Controlling.\r\nBeberapa kali saya dengan mahasiswa mengadakan\r\nstudi dan kunjungan di masjid Jogokariyan, selain itu\r\nbeberapa kali juga mengundang tim takmir masjid\r\nJogokariyan untuk memberikan ceramah di kelas; dari\r\nkegiatan tersebut dapat diketahui bahwa pengelolaan\r\nmasjid Jogokariyan memiliki versi sendiri yang\r\nditemukan melalui kejelian menangkap pola kegiatan\r\nmasjid yang dipadukan dengan psikologi jamaah.\r\nPerpaduan ini menghasilkan tahapan-tahapan yang disepakati bersama sehingga pengelolaan masjid\r\nberjalan unik, khas dan dinamis.\r\nMasjid Jogokariyan dibawah kepemimpinan\r\nMuhammad Jazir Asp. secara kreatif mengembangkan\r\npola manajemen yang berbasis adaptasi tuntutan\r\nzaman. Pada awalnya pola manajemen yang ada di\r\nmasjid Jogokariyan adalah adanya keprihatinan karena\r\nmasyarakat mulai enggan berkunjung atau berjamaah di\r\nmasjid. Dengan tujuan sederhana ingin mendekatkan\r\nwarga dengan masjid dan menciptakan ikatan emosional\r\nwarga dengan masjid maka dikembangkan pola\r\nmanajemen sekreatif dan semenarik mungkin dengan\r\nmengembangkan prinsip-prinsip :\r\n1. Melayani\r\n2. Memahamkan\r\n3. Mensosialisasikan\r\n4. Mempertanggungjawabkan\r\nBerbeda dengan Masjid lainnya, Masjid Jogokariyan\r\ntidak saja bergairah dalam dinamika ibadah Mahdhah,\r\nnamun juga dalam aspek sosial kemasyarakatan yang\r\nmungkin belum lazim dilakukan di masjid-masjid lain\r\ndiantaranya kesehatan, pendidikan, kesenian, sosial,\r\nolah raga. Dengan mengembangkan berbagai aspek\r\nsosial kemasyarakatan ini terbukti mampu menarik\r\njamaah atau umat dalam hal ini generasi muda untuk\r\nintens terlibat dalam kegiatan-kegiatan masjid sesuai\r\ndengan minat dan kecenderungan dari pribadi masing masing. Artinya jamaah yang memiliki kecenderungan\r\natau minat dalam pengajaran dapat terlibat dalam\r\nkegiatan pendidikan yang ada di masjid, sedangkan yang\r\nmemiliki ketertarikan dalam bidang olah raga dapat\r\nbergabung dengan tim olah raga yang ada di masjid dan\r\nseterusnya.\r\nStrating point untuk menerapkan manajemen\r\nmasjid terkadang merupakan sesuatu yang\r\nmembingungkan. Namun tidak bagi jamaah masjid\r\nJogokariyan. Pada kasus ini masjid Jogokariyan\r\nmenerapkan pola yang sederhana dan mudah untuk\r\ndilakukan\r\n1. Paling sederhana\r\n2. Paling mudah\r\n3. Paling ringan\r\nPenerapan pola manajemen gaya Jogokariyan\r\nmenjadi unik dan otentik karena berbasis kegiatan\r\nmasjid yang dipadukan dengan psikologi jamaah.\r\nPerpaduan ini menghasilkan tahapan-tahapan yang\r\ndisepakati bersama sehingga pengelolaan masjid\r\nberjalan unik, khas dan dinamis. . Dengan pola\r\nmanajemen yang ”rendah hati” dan tidak mengawang\r\nstrategi ini mampu mengembangkan masjid ini di\r\ntingkat nasional bahkan terkenal dibeberapa negara\r\ntetangga seperti Singapura dan Malaysia. Karena masjid bukan merupakan institusi profit\r\npendekatan pengelolaan yang diterapkan cenderung\r\npada pendekatan Model Adaptasi atau model kedua\r\ndimana peluang untuk menyelaraskan dengan kehendak\r\nstakeholder dalam hal ini jamaah masjid terbuka lebar.\r\nHal ini pula yang telah diterapkan di Masjid Jogokariyan.\r\nArtinya pengelolaan masjid yang bersifat terbuka dan\r\nkepengurusan yang tidak mengedepankan struktural\r\nmemungkinkan pendekatan ini lebih relevan. Namun\r\npengelolaan masjid dengan pendekatan enterpreneur\r\nmaupun pendekatan perencanaan bukan sesuatu yang\r\nmustahil dalam dinamika masjid.\r\nDari aspek penunjukan pengelola masjid, para\r\ntokoh masjid Jogokariyan memiliki mekanisme yang\r\ncukup unik untuk ukuran masjid. Untuk memilih tim\r\ntakmir, para tokoh masjid melakukan pemilihan\r\nsebagaimana pemilu yakni dengan sistem coblosan. Para\r\nformatur takmir ”berkampanye” program didepan\r\njamaah, kemudian jamaah bisa mengetahui dan memilih\r\ntakmir yang dirasa bisa membawa masjid dalam periode\r\nkepengurusan yang akan datang. Penanaman\r\ndemokrasi sudah diawali di masjid ini, sehingga\r\npermainan yang fair sudah menjadi bagian tak\r\nterpisahkan di awal pemilihan takmir masjid. Dengan\r\ndemikian tim takmir yang dihasilkan merupakan pilihan\r\nmayoritas masyarakat. Sedangkan pada aspek pendanaan, masjid\r\nJogokariyan juga memiliki temuan menarik. Infaq ideal\r\njamaah bisa dikalkulasi dengan membagi akumulasi\r\nkebutuhan dana masjid perbulan dengan jumlah jamaah\r\ntetap masjid. Untuk menyederhanakan dan\r\nmemudahkan pemahaman dapat dicontohkan dengan\r\nrumus sebagai berikut :\r\nKebutuhan Dana Masjid / bulan = infaq jamaah\r\nJumlah jamaah tetap masjid\r\nDengan kalkulasi sebagaimana rumus diatas dapat\r\ndiketahui berapakah seharusnya seorang jamaah\r\nberinfaq perbulan di masjid. Jika infaq kurang dari\r\nketentuan berarti seorang jamaah dalam beribadah\r\nmembutuhkan subsidi dana dari jamaah yang lain, yang\r\nberarti akan mengurangi pahala jamaah yang\r\nbersangkutan. Dengan demikian untuk mendapatkan\r\npahala yang utuh jamaah masjid juga idealnya juga\r\nberinfaq sesuai kebutuhan dana yang dibutuhkan\r\nmasjid.\r\nTerbangunnya reputasi dan kepercayaan\r\nmasyarakat, penggalangan dana untuk pengembangan\r\nmasjid Jogokariyan juga memiliki mekanisme yang unik.\r\nMasjid Jogokariyan hanya memajang nomor rekening\r\nmasjid dalam spanduk, bukan dengan penyebaran\r\nproposal sebagaimana masjid pada umumnya. Dari rekening masjid yang terpampang di masjid, dana dari\r\ndonatur mengalir untuk pengembangan Hotel masjid\r\nJogokariyan. Namun penggalangan dana dengan\r\nmekanisme seperti ini mungkin hanya cocok di masjid\r\nkhas perkotaan dan masjid dengan reputasi yang baik.\r\nPada aspek manajemen fasilitas, masjid memiliki\r\nHotel. Sebuah fasilitas usaha yang cukup kontroversial\r\nmengingat masjid dan hotel merupakan dua tempat\r\nyang memiliki fungsi yang berbeda. Namun Hotel di sini\r\ndikelola secara Islami untuk penginapan para musafir\r\nyang membutuhkan mengingat kota Yogyakarta\r\nmerupakan kota pelajar yang banyak dikunjungi warga\r\ndari daerah yang berbeda.\r\nHotel Masjid Jogokariyan berada di lantai 3 Islamic\r\nCenter Masjid Jogokariyan. Hotel dengan 10 kamar\r\nberfasilitas bintang 3 ini dilengkapi TV, kamar mandi\r\ndalam dan AC di tiap kamarnya. tapi jika anda\r\nmenginginkan fasilitas yang lebih bagus, maka kami\r\nmenyediakan satu kamar VIP dengan fasilitas Double\r\nBed, Kamar mandi dengan air hangat, Bathtub, AC dan\r\nTV. Harga yang ditawarkan sangat murah dan terjangkau\r\nDisamping hotel, fasilitas yang cukup unik adalah\r\nadanya TV masjid yang menyiarkan berbagai acara dan\r\nprogram masjid. Program-program masjid dibuat unik\r\ndan menarik apalagi di bulan Ramadhan, sehingga\r\nsiaran masjid ditunggu-tunggu oleh masyarakat. Program-program masjid pun terlihat tidak biasa\r\nmisalnya lomba fotografi, pasar sore di masjid, lomba\r\nlampion, stand up dan Hikmah dan lain-lain. Tim takmir\r\nmembuat program yang kreatif sehingga mampu\r\nmembuat masyarakat menjadikan masjid sebagai\r\ncentral kegiatan sehari-hari.\r\nKepemimpinan masjid Jogokariyan mampu\r\nmenciptakan budaya baru masjid. Pengelolaan masjid\r\ntidak melulu mengikuti pola umum masjid yang ada di\r\nIndonesia namun mampu membebaskan diri dari\r\nkebiasaan masjid pada umumnya untuk dibawa pada visi\r\nmisi bagaimana masjid di era modern. Dua isu budaya di\r\nera modern yakni budaya inovatif dan etis (Sudiro, 2018:\r\n165) tercapai meski para pengelola tidak merujuk pada\r\nteori teori yang muluk. Namun adanya Hotel Masjid, TV\r\nmasjid, pemberdayaan UMKM sekitar masjid untuk\r\nmenunjang konsumsi tamu hotel, penggalangan dana\r\nmasjid dan lainnya merupakan bukti nyata bahwa tradisi\r\nini merupakan hal baru untuk sebuah manajemen\r\nmasjid.\r\nSelain itu kepemimpinan masjid juga mampu\r\nmempertahankan budaya baru yang dirintisnya.\r\nPemimpin mampu membawa apa yang disebut Robbins\r\n(2015: 365) sebagai pemberian rangkaian pengalaman\r\nyang sama kepada anggota baru sehingga tim tidak\r\nkembali kepada budaya lampau sebelum inovasi terlaksana. Budaya baru masjid dapat berlanjut sesuai\r\nskema kerja yang telah disepakati bersama.\r\nDengan demikan dalam perspektif Meuleman\r\n(1998: 29) Kepemimpinan masjid Jogokariyan dapat\r\ndisimpulkan memiliki sikap keterbukaan kritis untuk\r\nmenerima hal baru antar disiplin. Sikap ini memiliki\r\nperhatian kepada metodologis teoretis. Dalam kasus\r\nmasjid Jogokariyaan, keterbukaan kritis mendapat\r\ndukungan dari jamaah dan lingkungan sehingga ragam\r\ndisiplin kegiatan yang “tidak biasa” dalam manajemen\r\nmasjid berjalan dan berhasil sebagaimana yang kita\r\nsaksikan.\r\nSelanjutnya buku ini merupakan hasil penelitian\r\nyang mendalam yang merupakan penelitian tugas akhir.\r\nPenelitian ini dibimbing seorang dosen yang kompeten\r\ndibidang pelayanan masyarakat; sehingga kualitas dari\r\nbuku ini tidak perlu diragukan lagi. Pada bab awal penulis\r\nmemperkenalkan masjid Jogokariyan sebagai masjid\r\nyang unik dan berbeda dengan masjid pada umumnya,\r\nterutama program-program yang dimilikinya.\r\nSelanjutnya penulis melanjutkan tulisan dengan tema\r\nmasjid sebagai mitra pelayanan public yang diterapkan\r\ndi masjid Jogokariyan.\r\nPada bahasan selanjutnya penulis berusaha\r\nmenyingkap lebih jauh pengelolaan masjid di era awal\r\nperkembangan Islam baik itu era Makkah, era Madinah, era Khulafaurrasyidin hingga era Abbasiyah. Hal ini\r\nuntuk melacak peran dan fungsi masjid dalam sejarah.\r\nSelanjutnya fenomena versi pengelolaan masjid seperti\r\napakah yang ada di Indonesia yang merupakan Negara\r\ndengan penduduk muslim terbesar di dunia?\r\nBagian selanjutnya fokus pada bagaimana versi\r\npelayanan public yang ada dimasjid Jogokariyan. Ada\r\nbeberapa teori tentang pelayanan public diantaranya :\r\nMoment of Truth, The Cycle of Service, Teori ‘Exit’ dan ‘Voice’,\r\nserta The Service Triangle (Model Segitiga Pelayanan).\r\nApapun sistem yang digunakan haruslah berupaya\r\nmenyetarakan antara posisi tawar klien dengan lembaga\r\npenyelenggara. Secara teoretis, mekanisme itu dapat\r\nterwujud jika berorientasi pada dua hal:\r\npertama,memberdayakan klien, dan kedua, mengontrol\r\nkewenangan/kekuasaanlembaga penyelenggara\r\npelanggan public.\r\nSetidaknya ada empat elemen yang digunakan\r\ndalam penelitian ini untuk menyibak pelayanan public\r\nyakni Klien, sistem pelayanan yang ada, budaya\r\norganisasi dan terakhir sumberdaya manusia. Semua\r\ndielaborasi secara mendalam dan otentik sehingga bisa\r\nmenjadi rujukan yang relevan untuk masjid-masjid di\r\nYogyakarta dan Indonesia."^^ . "2025-03" . . . "9786234111961" . . "Komojoyo Press"^^ . . "Komojoyo Press"^^ . . . . . . . . . . . "-"^^ . "Maryono"^^ . "- Maryono"^^ . . "-"^^ . "Furqon Rocmad Widodo"^^ . "- Furqon Rocmad Widodo"^^ . . . . . . "Memakmurkan Masjid Mensejahterakan Masyarakat: Pembelajaran Masjid Jogokaryan (Text)"^^ . . . . . "Memakmurkan Masjid Mensejahterakan Masyarakat: Pembelajaran Masjid Jogokaryan (Other)"^^ . . . . . . "Memakmurkan Masjid Mensejahterakan Masyarakat: Pembelajaran Masjid Jogokaryan (Other)"^^ . . . . . . "Memakmurkan Masjid Mensejahterakan Masyarakat: Pembelajaran Masjid Jogokaryan (Other)"^^ . . . . . . "Memakmurkan Masjid Mensejahterakan Masyarakat: Pembelajaran Masjid Jogokaryan (Other)"^^ . . . . . . "Memakmurkan Masjid Mensejahterakan Masyarakat: Pembelajaran Masjid Jogokaryan (Other)"^^ . . . . . "HTML Summary of #70743 \n\nMemakmurkan Masjid Mensejahterakan Masyarakat: Pembelajaran Masjid Jogokaryan\n\n" . "text/html" . . . "Kesejahteraan Masyarakat" . . . "Masjid" . .