%0 Thesis %9 Masters %A Anisa Nilam Cahya, S.Ag., NIM.: 22205032030 %B FAKULTAS USHULUDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM %D 2025 %F digilib:71883 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %K Narasi al-Qur’an; konflik keluarga; model aktansial; simbolisme %P 133 %T ANALISIS KONFLIK NABI YUSUF DAN SAUDARA-SAUDARANYA DALAM AL-QUR’AN: KAJIAN NARATOLOGI A.J. GREIMAS %U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/71883/ %X Kajian naratif dalam al-Qur’an dan Injil telah menjadi diskursus akademik yang luas, khususnya terkait sistematika penyajian kisah. Sebagian kritik orientalis menyebut bahwa narsi dalam al-Qur’an disusun secara tidak sistematis dan bersifat implisit dibandingkan Injil. Kritik ini mencerminkan adanya keterbatasan dalam pendekatan structural terhadap teks al-Qur’an, terutama dalam mengungkapkan antara tokoh serta kedalaman simbolik dalam narasi. Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini difokuskan pada dua pokok persoalan utama, yaitu analisis terhadap bentuk dan pola relasi antar tokoh dalam narasi konflik antara Nabi Yu̅suf dan saudara-saudaranya dalam al-Qur’an, serta analisis terhadap makna simbolik yang tersirat dalam konteks naratif kisah tersebut. Penelitian ini merupakan studi kepustakaan (library research) dengan menggunakan sumber primer berupa al-Qur’an Surah Yu̅suf [12]. Analisis dilakukan dengan pendekatan naratologi struktural A.J. Greimas melalui dua perangkat utama: model aktansial dan persegi semiotik, guna memetakkan relasi tokoh serta transformasi simbol dalam alur narasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur relasi tokoh dalam kisah Nabi Yu̅suf membentuk skema aktansial yang kuat dan terarah secara spiritual. Ya’qub berperan sebagai sender, Nabi Yu̅suf berperan sebagai subject, para saudaranya sebagai opposant sekaligus receiver, kehendak Ilahi sebagai helper dan rekonsiliasi keluarga sebagai object yang dituju. Relasi ini berkemabang dari konflik akibat kecemburuan menjadi pemulihan relais melalui kesabaran dan pengampunan profetik. Selain itu, symbol-simbol seperti mimpi, jubah, sumur, cawan emas dan tanah Mesir dalam al-Qur’an dimaknai secara dinamis dan transedental. Masing-masing symbol tidak hanya menjadi penanda peristiwa, tetapi juga mengalami transformasi makna seiring perkembangan karakter dan alur. Misalnya, jubah berubah dari simbol cinta dan keistimewaan menjadi pemicu konflik, lalu menjadi pemicu konflik, selanjutnya menjadi sarana rekonsiliasi emosional dan spiritual. Temuan ini menegaskan bahwa simbol-simbol dalam narasi al-Qur’an tidak bersifat sistematis, melainkan memiliki kedalaman makna teologis dan eksistensial yang kontekstual. Dengan demikian, penelitian ini membuktikan bahwa narasi al-Qur’an memiliki sistematika dan simbolisme yang kompleks serta terarah secara teologis sekaligus membantah anggapan ketidakaturan dalam struktur kisah-kisah al-Qur’an. %Z Dr. Ustadi Hamsah, S.Ag., M.Ag.