%0 Thesis %9 Skripsi %A Salma Salsabila Zahrah, NIM.: 21105040033 %B FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM %D 2025 %F digilib:72048 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %K Luka Pengakuan, Perjuangan Pengakuan, Pengalaman Sosial Keagamaan, Penyandang Disabilitas Netra, Inklusif %P 164 %T LUKA & PERJUANGAN PENGAKUAN: PENGALAMAN SOSIAL KEAGAMAAN SISWA DISABILITAS NETRA YAKETUNIS YOGYAKARTA %U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/72048/ %X Penyandang disabilitas sebagai kelompok minoritas sering kali diabaikan keberadaannya dalam masyarakat. Pengingkaran ini memunculkan luka pengakuan yang berdampak pada kehidupan sosial dan keagamaan mereka, termasuk pada siswa penyandang disabilitas netra asrama YAKETUNIS. Luka pengakuan adalah penderitaan yang dialami individu akibat tidak diakuinya eksistensi, hak, atau nilai dirinya secara adil dalam lingkungan sosial. Luka ini mendorong perjuangan untuk memperoleh pengakuan untuk memastikan terpenuhinya hak-hak yang setara dan adil bagi mereka. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis bentuk dan dampak luka-luka pengakuan yang dialami oleh siswa penyandang disabilitas netra YAKETUNIS dan menganalisis perjuangan pengakuan mereka dalam kehidupan sosial dan keagamaan baik di lingkungan tempat tinggal asal mereka maupun selama menjalani kehidupan di asrama YAKETUNIS Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan teori pengakuan dari Axel Honneth yang dipadukan dengan konsep arena dan modal dari Pierre Bourdieu guna menjelaskan perjuangan pengakuan siswa penyandang disabilitas netra YAKETUNIS. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif jenis studi kasus yang bersifat deskriptif. Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sumber data primer berasal dari sumber utama yaitu bapak kepala asrama, ibu pendamping asrama, empat orang siswa putra, dan satu orang siswa putri penyandang disabilitas netra di YAKETUNIS. Sedangkan sumber data sekunder berasal dari literatur terkait dengan luka dan perjuangan siswa penyandang disabilitas dalam memperoleh pengakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pertama, siswa penyandang disabilitas netra YAKETUNIS masih menghadapi berbagai bentuk ketidakpengakuan atau luka pengakuan yaitu dalam ranah cinta (kurangnya kedekatan emosional dengan keluarga dan ketidakmampuan lingkungan rumah untuk memberi rasa nyaman), ranah hak (beberapa tenaga pendidik di sekolah inklusi Yogyakarta belum memahami kebutuhan siswa, siswa diperlakukan berbeda dalam kerja kelompok, dan sistem pendidikan inklusi yang belum sepenuhnya mendukung kebutuhan penyandang disabilitas secara adil dan setara), dan ranah solidaritas (stigma negatif masyarakat, keterbatasan dalam partisipasi di ruang publik). Kedua, luka-luka pengakuan berdampak dalam kehidupan sosial keagamaan siwa penyandang disabilitas netra yaitu kurang percaya diri, sulit percaya kepada orang lain, kesulitan belajar, tertutup secara sosial, dan terhambatnya partisipasi di ruang publik. Ketiga, bentuk perjuangan pengakuan siswa penyandang disabilitas netra melalui arena yang lebih inklusif sebagai upaya yang dapat mereka lakukan yaitu dengan merantau dan memilih sekolah inklusi serta mengasah kemandiria di asrama. Keempat, kepemilikan modal berpengaruh dalam usaha mereka memperoleh pengakuan. Pada modal ekonomi (fasilitas belajar, uang saku, transportasi, dan biaya sekolan serta asrama), modal sosial (dukungan keluarga, keberadaan asrama YAKETUNIS, relasi dengan teman, relasi dengan komunitas masyarakat, keterlibatan alumni, dan fasilitas ULD), dan modal kultural (pendidikan formal, kegiatan keagamaan dan pembiasaan serta pelatihan kemandirian, kesenian, dan keterampilan). Melalui perjuangan tersebut, siswa penyandang disabilitas netra mampu membangun harga diri, kepercayaan diri, serta memperoleh status sosial yang setara, yang pada akhirnya mendorong terciptanya masyarakat yang lebih adil dan inklusif. %Z Hikmalisa, S.Sos., M.A.