%0 Thesis %9 Masters %A Lukman Trijaya Abadi, S.H., NIM.: 23203011223 %B FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM %D 2025 %F digilib:72137 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %K Kantor Urusan Agama; wacana %P 135 %T WACANA INKLUSIVITAS PELAYANAN PERNIKAHAN DI KANTOR URUSAN AGAMA %U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/72137/ %X Wacana inklusivitas pelayanan pernikahan di Kantor Urusan Agama mencuat sebagai respons terhadap kebutuhan masyarakat yang semakin plural dalam hal keagamaan. Kebijakan ini menuai pro dan kontra, sebab menyentuh aspek sensitif terkait relasi negara dan institusi keagamaan. Di satu sisi, gagasan ini dianggap sebagai langkah progresif dalam menciptakan layanan publik yang setara bagi semua agama. Dalam sisi lain, ia dinilai berpotensi mengaburkan identitas religius KUA yang secara historis melekat pada umat Islam. Penelitian ini berangkat dari problematika tersebut, dengan tujuan mengungkap bagaimana argumentasi pendukung dan penolak terhadap wacana Kantor Urusan Agama inklusif serta bagaimana relasi kuasa-negara bekerja dalam proses pembentukan wacana ini. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan sosiologi hukum dan bersifat deskriptif. Data diperoleh melalui studi kepustakaan (library research) dengan menelusuri pernyataan tokoh-tokoh agama dan pejabat negara dalam media daring arus utama dan tayangan YouTube yang membahas wacana KUA inklusif. Data tersebut kemudian dianalisis menggunakan teori analisis wacana kritis Michel Foucault, khususnya konsep-konsep seperti relasi kuasa, diskursus, biopolitik, dan governmentality. Pendekatan ini digunakan untuk memahami bagaimana wacana inklusivitas pelayanan pernikahan dibentuk dan diperdebatkan, serta bagaimana negara melalui institusi KUA memproduksi pengetahuan dan menjalankan kekuasaan atas praktik keagamaan dalam ruang publik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wacana inklusivitas Kantor Urusan Agama merupakan bentuk intervensi negara dalam mendefinisikan ulang struktur layanan keagamaan melalui rasionalitas administratif. Pihak pro memandangnya sebagai terobosan pelayanan publik yang adil dan merata, sedangkan pihak kontra menilai wacana tersebut sebagai bentuk kooptasi negara terhadap wilayah sakral agama. Relasi kuasa dalam wacana ini tampak dari cara negara mengarahkan persepsi publik melalui narasi kemudahan, efisiensi, dan modernisasi layanan. Dapat disimpulkan bahwa wacana inklusivitas Kantor Urusan Agama tidak hanya mencerminkan kebijakan administratif, tetapi juga mencerminkan dinamika pertarungan kuasa atas otoritas, identitas, dan makna keagamaan di ruang publik Indonesia. %Z Dr. Ahmad Bunyan Wahib, M.Ag., M.A.