%0 Thesis %9 Masters %A Khairil Anwar, NIM.: 23200011108 %B PASCASARJANA %D 2025 %F digilib:72864 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %K Sertifikasi Halal, Dualisme Hukum, BPJPH, MPU Aceh, Hegemoni, Resistensi %P 145 %T DUALISME OTORITAS DAN RESISTENSI DUA ARAH MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH DAN BADAN PENYELENGGARAAN JAMINAN PRODUK HALAL %U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/72864/ %X Tesis ini bertujuan menjelaskan dualisme otoritas dalam penyelenggaraan sertifikasi halal di Aceh yang muncul akibat tumpang tindih kewenangan antara Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sebagai lembaga otoritas nasional dan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh sebagai lembaga otoritas lokal berbasis kekhususan daerah. Tesis ini menyoroti bagaimana ketegangan kewenangan tersebut berlangsung dalam praktik penyelenggaraan sertifikasi jaminan produk halal di Aceh serta dinamika politik-hukum yang melatarbelakangi bertahannya dua sistem otoritas dalam satu wilayah administratif. Selain itu, tesis ini juga mengkaji sejauh mana lembaga pusat dan lokal mempertahankan legitimasi institusionalnya dalam proses sertifikasi halal, baik melalui regulasi maupun praktik sosial kelembagaan. Diskusi tentang sertifikasi jaminan produk halal selama ini banyak berfokus pada implementasi administratif dan prosedural sesuai UU No. 33 Tahun 2014. Tesis ini memperluas diskursus tersebut ke wilayah relasi kuasa, legitimasi, dan resistensi dalam konteks hubungan antara negara pusat dan daerah. Penelitian ini berkontribusi pada kajian otoritas Max Weber, hegemoni Antonio Gramsci, serta resistensi sosial Pierre Bourdieu. Tesis ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik deskriptif-analitis. Jenis penelitian yang digunakan adalah studi lapangan. Sumber data diperoleh dari wawancara, dokumentasi peraturan, serta arsip media, baik cetak maupun daring. Tesis ini berargumen bahwa dualisme otoritas dalam penyelenggaraan sertifikasi jaminan produk halal di Aceh bersumber pada dualisme hukum yang digunakan oleh masing-masing lembaga, BPJPH berlandaskan UU No. 33 Tahun 2014, sementara MPU Aceh berpijak pada Qanun Aceh No. 8 Tahun 2016. Perbedaan dasar hukum ini melahirkan bentuk resistensi dua arah, di mana BPJPH meresistensi eksistensi otoritas lokal MPU Aceh yang terlebih dulu mapan dengan mengedepankan logika hukum nasional dan standardisasi tunggal, sementara MPU Aceh merespons dengan penolakan terhadap subordinasi dan mempertahankan otoritasnya melalui prinsip lex specialis kekhususan Aceh, ini yang disebut resistensi dua arah dalam tesis ini. Kondisi tersebut menciptakan kontestasi legitimasi yang memperlihatkan adanya tarik menarik otoritas antara pusat dan daerah dalam sistem jaminan produk halal di Indonesia. %Z Prof. Dr. Moch. Nur Ichwan, S.Ag., M.A.