@phdthesis{digilib73165, month = {August}, title = {HADIS-HADIS MEMBACA AL-QUR?AN BAGI PEREMPUAN HAID (KAJIAN MA?ANIL HADIS)}, school = {UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA}, author = {NIM.: 20105050055 Risma Laila Maulida}, year = {2025}, note = {Prof. Dr. Nurun Najwah, M.Ag.}, keywords = {Perempuan Haid, Membaca Al-Qur?an, Hadis, Double Move}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/73165/}, abstract = {Al-Qur?an merupakan pedoman hidup umat Islam yang keotentikannya dijaga melalui tradisi tilawah dan hafalan. Namun, muncul perbedaan pandangan ulama tentang hukum membaca al-Qur?an bagi perempuan haid. Jumhur ulama melarangnya, sedangkan Imam Malik memberi kelonggaran kebolehan membaca al-Qur?an bagi perempuan haid. Perbedaan ini berakar pada perbedaan ijtihad dalam memahami hadis, baik yang bersifat umum maupun yang memuat larangan eksplisit. Faktor keterbatasan sarana kebersihan pada masa awal Islam diduga turut melatarbelakangi lahirnya larangan tersebut. Larangan mutlak membaca al-Qur?an bagi perempuan haid pada masa kini menimbulkan persoalan baru, terutama dalam dunia pendidikan Islam. Hukum larangan berpotensi membatasi akses perempuan, khususnya dalam pembelajaran al-Qur?an dan program tahfizh al-Qur?an yang menuntut konsistensi membaca setiap hari. Oleh karena itu, diperlukan analisis ulang terhadap hadis-hadis yang menjadi dasar kebolehan maupun pelarangan membaca al-Qur?an bagi perempuan haid dengan pendekatan yang tidak hanya tekstual, tetapi juga kontekstual agar lebih relevan dengan kebutuhan zaman. Penelitian ini menggunakan teori double movement Fazlur Rahman, yang terdiri dari dua tahap analisis. Gerakan pertama menelusuri konteks sosio-historis hadis (asb{\=a}b al-wur{\=u}d) untuk menemukan makna etis dan tujuan normatifnya, sedangkan gerakan kedua menerapkan makna etis dan tujuan normatif tersebut secara kontekstual dalam realitas sosial-keagamaan masa kini. Hasil gerakan pertama menunjukkan bahwa hadis kebolehan membaca al-Qur?an bagi perempuan haid ({\d S}a{\d h}{\=i}{\d h} al-Bukh{\=a}r{\=i} No. 299) merefleksikan nilai kemanusiaan dan keadilan dengan menghapus stigma negatif serta memberi ruang ibadah sesuai kondisi biologis. Pada masa Nabi SAW, umumnya pembacaan al-Qur?an melalui hafalan dan tidak ada larangan eksplisit dari Nabi SAW. Larangan membaca al-Qur?an bagi perempuan haid muncul pada masa sahabat setelah proses kodifikasi mushaf, dan sarana kebersihan saat itu masih terbatas. Sehingga, sebagian sahabat dan para ulama menetapkan larangan tersebut sebagai langkah preventif. Namun, pesan normatif yang dapat diambil yaitu menjaga kesucian al-Qur?an, bukan semata-mata memahami larangan tersebut secara literal. Sedangkan gerakan kedua, nilai kemanusiaan diwujudkan dalam pengakuan hak perempuan tetap mengakses pendidikan agama, termasuk belajar dan mengajar al-Qur?an saat haid. Nilai keadilan diwujudkan melalui fleksibilitas hukum, yaitu membolehkan membaca untuk menjaga hafalan. Adapun pesan normatif menjaga kesucian al-Qur?an dapat diimplementasikan secara kontekstual seperti membaca dengan menggunakan mushaf digital.} }