%0 Thesis %9 Masters %A Muhammad Nazar, S. Hum., NIM.: 22201011016 %B FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA %D 2024 %F digilib:73485 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %K Resistensi, Subaltern Palestina, Poskolonialisme %P 139 %T ESISTENSI SIMBOLIK SUBALTERN DI PALESTINA DALAM NOVEL RIJAL FI ASY-SYAMS KARYA GHASSAN KANAFANI (POSKOLONIAL GAYATRI C. SPIVAK) %U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/73485/ %X Palestina dalam Novel Rijāl Fī Asy-Syams Karya Ghassan Kanafani (Poskolonial Gayatri C. Spivak)”. Permasalahan yang terjadi dalam cerpen tersebut berkaitan dengan tidak didengarnya suara-suara subaltern oleh masyarakat kalangan atas di Palestina. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan bentuk dominasi kolonialisme terhadap subaltern di Palestina dan mengungkapkan resistensi simbolik subaltern terhadap kolonialisme dalam Novel Rijāl Fī Asy-Syams karya Ghassan Kanafani. Penelitian ini menggunakan pendekatan Poskolonial Gayatri C. Spivak agar dapat membedah bentuk-bentuk dan resistensi simbolik yang dilakukan oleh subaltern di Palestina terhadap para penguasa di dalam cerpen. Data dalam penelitian ini berkaitan dengan kata, frasa, dan kalimat yang terkait dengan resistensi simbolik subaltern di Palestina dalam Novel Rijāl Fī Asy-Syams karya Ghassan Kanafani. Terdapat dua sumber data penelitian yaitu sumber data primer berupa Novel Rijāl Fī Asy-Syams karya Ghassan Kanafani, dan sumber data sekunder berupa keadaan subaltern di Palestina. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya tujuh bentuk dominasi yang dilakukan oleh masyarakat kalangan atas, termasuk juga para penguasa di Palestina, yaitu dominasi ekonomi, ideologi, agama, sosial, gender, kapitalis, dan politik. Dominasi yang terjadi kepada para subaltern tersebut menjadikan mereka melakukan resisten secara simbolik. Dalam Novel Rijāl Fī Asy-Syams karya Ghassan Kanafani ini ditemukan 3 (tiga) resistensi simbolik yang dilakukan oleh subaltern yaitu pertama, simbol resistensi terbuka yang mengarah pada pergerakan yang dilakukan secara sistematis dengan koordinasi antara pemimpin dengan anggota seperti kata “rombongan semut yang sesak” yang digambarkan sebagai gerakan yang kuat, terkoordinasi, dan kolektif, yang mampu menghadapi dan menantang struktur kekuasaan yang ada, seperti protes dan kritik langsung sublarten terhadap penguasa. Kedua, simbol resistensi tertutup yang cenderung tidak ada perwujudan secara nyata dalam kemunculan tindakan bersifat individual dan dianggap dapat berpengaruh pada tatanan diri seseorang, seperti kata “sebuah sumur terkutuk” lebih tepat diinterpretasikan sebagai simbol dari perlawanan tersembunyi atau perlawanan yang tidak terlihat secara langsung dalam konteks tertentu, seperti subaltern menyusun strategi untuk keluar dari Palestina menuju Kuwait dalam bentuk penyelundupan. Ketiga, simbol resistensi verbal merupakan perlawanan terhadap penguasa atau para kelompok elit yang diungkapkan secara implisit melalui dialog dan monolog para tokoh yang mencerminkan kritik terhadap kondisi politik dan sosial yang mereka hadapi sebagai pengungsi Palestina. %Z Dr. Aning Ayu Kusumawati S. Ag., M. Si.