%A NIM.: 20105030004 Khairul Rizal %O Fitriana Firdausi, S.Th.I., M.Hum. %T MAKNA JIHAD QS. AT-TAUBAH [9]: 41- 45 DALAM TAFSIR AL-MANAR DAN TAFSIR FĪ ZILAL AL-QUR’AN SERTA RELEVANSINYA DI ERA DIGITAL %X Penafsiran terhadap makna jihad dalam Al-Qur’an telah mengalami dinamika yang kompleks dan tidak seragam, mencerminkan keragaman pendekatan dari masa ke masa baik dari sisi tekstual, historis, hingga kontekstual-kontemporer. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan merelevansikan makna jihad dalam QS. At-Taubah [9]: 41–45 melalui pendekatan komparatif terhadap dua mufassir modernis terkemuka, yaitu Muḥammad Rashīd Riḍā dalam Tafsīr al-Manār dan Sayyid Quṭb dalam Fī Ẓilāl al-Qur’ān. Keduanya dipilih karena memiliki perbedaan signifikan dari sisi latar belakang sosial politik, orientasi dakwah, dan kerangka berpikir dalam memahami jihad sebagai konsep teologis dan praksis sosial. Jenis penelitian ini berbasis penelitian kualitatif dengan jenis data kepustakaan (library research) dengan metode deskriptif-analitik dan pendekatan kontekstual. Fokus analisis ini ditujukan pada ayat dalam QS. At-Taubah [9]: 41–45, yang mengandung muatan tegas terkait perintah berjihad dalam berbagai kondisi. Sumber primer penelitian adalah dua kitab tafsir yang diteliti secara mendalam, sedangkan sumber sekunder meliputi literatur tafsir klasik dan modern, buku pemikiran Islam kontemporer, serta artikel ilmiah yang relevan. Tahapan analisis meliputi kajian kebahasaan, penelusuran konteks historis ayat, dan pembacaan pemikiran kedua mufassir secara komparatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Muḥammad Rashīd Riḍā dalam karyanya al-Manār menafsirkan jihad sebagai instrumen pembaruan sosial politik umat Islam, khususnya dalam merespons kolonialisme dan kemunduran internal. Jihad menurut Riḍā bukan semata tindakan militer, melainkan bagian dari proyek kesadaran umat dan reformasi keumatan sehingga makna jihad menurut Riḍā sangat relevan di era digital. Sementara itu, pandangan Quṭb dalam memaknai jihad dipandang tidak lagi relevan dikarenakan Sayyid Quṭb memandang jihad sebagai upaya ideologis dan sistemik untuk mengganti sistem jahiliyyah modern dengan tatanan ilahi yang berlandaskan tauhid. Jihad, bagi Quṭb, adalah sarana pembebasan umat dari hegemoni budaya dan sistem sekuler yang dianggap menyimpang dari syariat Islam. Perbedaan keduanya tidak hanya tampak dari metode penafsiran, tetapi juga dari konteks sosial-politik yang membentuk cara pandang mereka terhadap jihad. Riḍā yang hidup dalam era kolonial cenderung menekankan jihad sebagai perjuangan perbaikan umat, sedangkan Quṭb yang hidup dalam rezim otoriter Mesir, memandang jihad sebagai perlawanan aktif terhadap sistem represif dan anti Islam. Sebagai bentuk kontekstualisasi, penelitian ini juga menunjukkan bahwa jihad di era digital perlu dimaknai secara kreatif dan relevan dengan tantangan zaman. Jihad digital dalam konteks ini dapat dipahami sebagai perjuangan melawan hoaks, radikalisme daring, hegemoni pemikiran destruktif, sekaligus sebagai bentuk dakwah, edukasi, dan pembelaan nilai-nilai Islam melalui media sosial, teknologi, dan ruang digital lainnya. Dengan demikian, jihad bukanlah konsep statis, tetapi dinamis dan selalu terbuka untuk reinterpretasi sesuai konteks zaman. %K era digital; jihad; Sayyid Qutb %D 2025 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %L digilib73728