%0 Thesis %9 Masters %A Aulul Azmi, NIM.: 22205032094 %B FAKULTAS USHULUDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM %D 2025 %F digilib:73782 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %K Forgiveness; QS. Yusuf; Psikologis. %P 130 %T FORGIVENESS DALAM QS. YUSUF [12]: 29, 92, 97-98 PERSPEKTIF PSIKOLOGISS %U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/73782/ %X Pemaafan (forgiveness) dalam al-Qur’an tidak hanya dipahami sebagai nilai normatif, moral dan spiritual, tetapi juga mengandung dimensi sosial serta psikologis yang penting bagi penyembuhan trauma dan rekonstruksi hubungan. QS. Yusuf [12]: 29, 92, 97–98 dipilih sebagai fokus kajian karena menampilkan pemaafan dalam tiga konteks berbeda: pengendalian diri dan pencegahan konflik sosial, pelepasan hak untuk menghakimi dan pembukaan ruang rekonsiliasi, serta dekonstruksi ego dalam konflik melalui mediasi spiritual. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses forgiveness dalam QS. Yusuf [12]: 29, 92, 97–98 melalui perspektif tafsir klasik, modern, filsafat, tasawuf, dan psikologi, sehingga diperoleh pemahaman yang utuh tentang dimensi kognitif, afektif, dan relasional dari pemaafan. Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kepustakaan. Sumber primer mencakup kitab tafsir Jāmiʿ al- Bayān karya al-Ṭabarī, Mafātīḥ al-Ghayb karya Fakhr al-Dīn al-Rāzī, al-Jāmiʿ li Aḥkām al-Qurʾān karya al-Qurṭubī, Tafsir al-Azhar karya Hamka, al-Munīr karya Wahbah al-Zuḥaylī, serta al-Miṣbāḥ karya Quraish Shihab. Sumber sekunder berupa literatur psikologi seperti karya Robert D. Enright dan Everett L. Worthington. Analisis juga diperkuat dengan perspektif filsafat dan tasawuf untuk melihat dari perspektif terkait forgiveness. Hasil penelitian menunjukkan bahwa forgiveness dalam QS. Yusuf [12] bersifat dinamis dan bertahap. Pada ayat 29, Nabi Yusuf memilih menahan diri agar tidak mempermalukan pihak yang bersalah, sejalan dengan konsep ‘iffah sebagai perlindungan sosial. Pada ayat 92, Nabi Yusuf memaafkan saudara-saudaranya dengan melepaskan hak untuk menghakimi demi pemulihan hubungan. Pada ayat 97–98, Nabi Yaʿqub menunda pemaafan hingga terdapat penyesalan yang tulus dari pelaku. Kesimpulan mendapatkan bahwa forgiveness dalam QS. Yusuf[12]: 29, 92, 97-98 dapat ditipologikan dalam tiga bentuk utama: (1) pencegahan konflik dan perlindungan sosial, (2) pelepasan hak untuk menghakimi, dan (3) dekonstruksi ego melalui mediasi spiritual. Temuan ini tidak hanya memberikan kontribusi teoritis dalam kajian tafsir dan psikologi agama, tetapi juga aplikasi praktis dalam konseling, resolusi konflik, dan pengembangan karakter pemaaf yang berorientasi pada kesejahteraan dan harmoni sosial. %Z Prof. Dr. H. Zuhri, S.Ag., M.Ag.