%0 Thesis %9 Other %A Iqlima Amany Rahmatulloh, SH., NIM.: 23203011203 %B FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM %D 2025 %F digilib:74309 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %K Waithood, Maqasid Syari’ah, Pernikahan %P 170 %T FENOMENA MENUNDA PERNIKAHAN (WAITHOOD) PADA PEREMPUAN GENERASI MILENIAL DI KOTA YOGYAKARTA %U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/74309/ %X Istilah waithood merujuk pada kecenderungan seseorang untuk menunda pernikahan dalam jangka waktu lama karena berbagai alasan. Fenomena ini bukan hal baru, terutama di negara maju yang memberikan akses pendidikan setara bagi laki-laki dan perempuan. Fenomena menunda pernikahan telah menggeser budaya menikah di usia muda di Indonesia, terutama pada daerah urban. Namun, banyak perempuan menunda pernikahan hingga melampaui standar ideal dan norma usia pernikahan di Masyarakat. Fenomena waithood juga terjadi di kalangan perempuan milenial di Yogyakarta. Penelitian bertujuan untuk mengkaji motif yang melatarbelakangi perempuan milenial di Yogyakarta menunda pernikahan, menelisik perilaku mereka dalam proses penundaan dan resiko yang teridentifikasi ditimbulkan. Penelitian ini juga meilhat alasan-alasan penundaan dan resiko yang berpotensi muncul dalam kaitannya dengan tujuan dan hikmah pernikahan dalam Islam dan secara umum dalam persepktif maqashid syariah. Penelitian ini merupakan studi lapangan yang menggunakan pendekatan normatif-empiris. Karakteristik penelitiannya bersifat deskriptif-analitik, dengan tujuan menggambarkan berbagai motif yang mendorong perempuan milenial di Yogyakarta untuk menunda pernikahan, serta menganalisisnya melalui sudut pandang Maqāṣid Syarī‘ah. Teknik analisis data yang diterapkan adalah analisis kualitatif dengan pendekatan induktif. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam terhadap sepuluh perempuan milenial yang memutuskan untuk menunda pernikahan. Penelitian ini menemukan bahwa pertama, perempuan milenial di Yogyakarta yang sedang menempuh pendidikan dan telah bekerja memiliki kecenderungan menunda pernikahan. Sikap penundaan ini didorong oleh beberapa alasan personal yang berkaitan dengan hukum dan psikologi, yang mencakup demi kesiapan diri, demi memperoleh pasangan yang tepat, dan demi penguatan tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi. Kedua, fenomena-fenomena di atas dan alasan-alasan yang diutarakan para perempuan milenial tersebut telah sejalan dengan tujuan dan hikmah pernikahan, yaitu berkesesuaian dengan hifz} nafs yang berkaitan dengan psikologis perempuan, dan dengan hifz} aql yang berkaitan dengan pedogogis bagi perannya sebagai orang tua dalam mendidik anak, dimana semuanya memnbutuhkan kesiapan diri, pasangan yang tepat dan kematangan diri. Ketiga, namun demikian, sikap penundaan pernikahan di kalangan perempuan tersebut dengan alasan di atas dapat juga menimbulkan kemafsadatan, bagi kesehatan reproduksi dan kesehatan anak, terhambatnya regenerasi, terjadinya hubungan diluar pernikahan, dan ketidakseimbangan jiwa bagi perempuan dengan permasalahan tertentu. Hal ini mengingat di kalangan mereka juga diidentifikasi adanya praktik hubungan yang telah intim dan adanya tingkat stress yang cukup tinggi. Resiko-resiko tersebut tidak sejalan dengan maksud syariah dan tujuan dan hikmah pernikahan, khususnya dalam aspek hifz} di>n dan hifz} nasl. Dengan kata iii lain, jika penundaan pernikahan dimotivasi oleh keinginan untuk adanya kesiapan dan pertimbangan yang matang, dan tanpa disertai risiko-risiko di atas, maka penundaan tersebut dapat sejalan dengan tujuan dan hikmah pernikahan, dan dapat mendukung tercapainya tujuan syariah dan berkontribusi dalam membentuk keluarga yang sakinah serta masyarakat yang stabil, seperti dimaskudkan oleh pengusung maqasid seperti Athiyah. Kata Kunci: Waithood, Maqa>s}id Syari>’ah, Pernikahan. %Z Dr. Siti Muna Hayati, M.H.I.