%0 Thesis %9 Masters %A Elfira Zidna Almaghfiro, NIM.: 23202031001 %B FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM %D 2025 %F digilib:74412 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %K Resiliensi, Perempuan, Konflik Agraria, Gerakan Wadon Wadas %P 230 %T RESILIENSI GERAKAN PEREMPUAN “WADON WADAS” DALAM KONFLIK TAMBANG ANDESIT DI PURWOREJO JAWA TENGAH %U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/74412/ %X Konflik tambang andesit di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, memunculkan gerakan perlawanan perempuan bernama Wadon Wadas. Penelitian ini bertujuan memahami bagaimana perempuan membangun resiliensi dalam konflik agraria yang sarat ketimpangan kuasa antara negara, kapital, dan komunitas lokal. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain studi kasus intrinsik. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi partisipatif, dan dokumentasi. Teori yang digunakan adalah feminisme transformatif dan teori resiliensi sosial, dengan penekanan pada pengalaman perempuan, spiritualitas, dan relasi ekologis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa resiliensi perempuan Wadon Wadas bukan sekadar reaktif melainkan bersifat transformatif yang berakar dari keterikatan terhadap tanah sebagai sumber kehidupan, jejak historis dan ikatan lintas generasi, spiritualitas dan kosmologi Jawa, rasa aman atas ruang hidup, serta ilmu titen dalam menata kebersamaan. Pada fase konflik, resiliensi terwujud melalui penguatan spiritual, penganyaman besek sebagai strategi menjaga wilayah, ekspresi dab aksi budaya dalam perlawanan, konsolidasi internal, komunikasi tertutup, serta menjaga integritas di tengah fragmentasi ekonomi. Pada fase pascakonflik, resiliensi mencakup adaptasi ekologis terhadap krisis air bersih, negosiasi kompensasi dan penguatan kapasitas hukum, relasi simbolik dengan jaringan eksternal, serta solidaritas intra-komunitas. Temuan ini menyoroti resiliensi perempuan Wadon Wadas tidak dapat dijelaskan secara memadai melalui pendekatan resiliensi sosial Norris et al. yang menekankan penguatan kapital ekonomi, modal sosial, arus informasikomunikasi, dan kompetensi komunitas melalui sistem formal dan institusional. Pendekatan tersebut berangkat dari logika teknokratis dan pemulihan sistem, yang sering kali gagal membaca dinamika perjuangan komunitas akar rumput dalam konteks konflik struktural. Sebaliknya, resiliensi Wadon Wadas dibangun dari bawah melalui jaringan informal, aksi kultural, dan nilai kosmologis sebagai bentuk perlawanan demi merebut kembali martabat ruang hidup mereka secara adil. Dengan demikian, resiliensi Wadon Wadas bukan sekadar kapasitas untuk bertahan, melainkan bentuk perlawanan yang membongkar logika hegemonik negara dan kapital, serta merumuskan ulang keberlanjutan sebagai hak komunitas atas tanah, air, dan martabat hidup yang tidak dapat ditukar. Kata Kunci: Resiliensi, Perempuan, Konflik Agraria, Gerakan Wadon Wadas %Z Prof. Dra. Siti Syamsiyatun, M.A., Ph.D,