%0 Thesis %9 Skripsi %A Zahwan Syarif, NIM.: 20103060034 %B FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM %D 2025 %F digilib:74483 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %K gratifikasi; Wahbah az-Zuḥayli; ‘Urf %P 101 %T HUKUM GRATIFIKASI KEPADA PEJABAT/PEMERINTAH PERSPEKTIF YUSUF AL-QARADAWi DAN WAHBAH AZ-ZUHAYLI %U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/74483/ %X Fenomena gratifikasi atau pemberian hadiah kepada pejabat merupakan salah satu problem sosial yang sering muncul dalam kehidupan modern, khususnya dalam konteks birokrasi dan tata kelola pemerintahan. Praktik ini tidak jarang disamakan dengan risywah (suap) karena mengandung potensi konflik kepentingan, penyalahgunaan jabatan, serta kerusakan tatanan hukum dan politik. Dalam perspektif Islam, gratifikasi tidak hanya dipandang dari sisi moralitas individu, tetapi juga memiliki implikasi yang luas terhadap struktur sosial dan integritas sistem pemerintahan. Oleh karena itu, kajian mengenai hukum gratifikasi menjadi penting untuk diulas dengan meninjau pandangan para ulama kontemporer yang memiliki otoritas dalam bidang fiqh, khususnya Yūsuf al-Qaraḍāwī dan Wahbah az-Zuḥaylī, dengan dianalisis melalui teori ‘Urf Ibn ‘Ābidīn sebagai pisau analisis. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) yang bersifat kualitatif dengan pendekatan deskriptif-komparatif. Data primer diperoleh dari karya-karya Yūsuf al-Qaraḍāwī, di antaranya Al-Ḥalāl wa-al-Ḥarām fī al-Islām, Fatāwā Muʿāṣirah, Radd al-ḥuqūq ilā aṣḥābihā dan sejumlah artikelnya mengenai risywah, serta karya Wahbah az-Zuḥaylī seperti al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhu, al-Tafsīr al-Munīr, dan al-Muʿāmalāt al-Māliyya al-Muʿāṣirah. Data sekunder berupa literatur terkait berupa buku, jurnal, dan hasil penelitian lain yang relevan dengan tema gratifikasi. Analisis dilakukan dengan memanfaatkan teori ‘Urf Ibn ‘Ābidīn yang membedakan antara ‘urf ṣaḥīḥ (kebiasaan yang sesuai dengan syariat dan dapat dijadikan dasar hukum) dan ‘urf fāsid (kebiasaan yang bertentangan dengan syariat dan tidak dapat dijadikan dasar hukum). Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut Yūsuf al-Qaraḍāwī, gratifikasi pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari kategori risywah, sehingga hukumnya haram. Meskipun demikian, ia memberikan ruang pengecualian dalam kondisi darurat, yakni ketika pemberian dilakukan untuk memperoleh hak yang terzalimi atau untuk menghindari kezaliman. Dengan begitu, al-Qaraḍāwī tetap membedakan antara hadiah yang tulus dalam relasi sosial yang sehat dengan gratifikasi yang bermuatan kepentingan jabatan. Sementara itu, Wahbah az-Zuḥaylī menegaskan larangan yang lebih ketat. Menurutnya, setiap pemberian yang diterima pejabat karena jabatannya, meskipun kecil atau sekadar simbolis, tetap berpotensi mengurangi objektivitas dan termasuk bentuk ghulūl serta akl al-māl bi al-bāṭil. Dengan pendekatan ini, Wahbah lebih menekankan proteksi total terhadap pejabat dari segala bentuk hadiah yang terkait jabatan, sehingga hampir seluruh bentuk gratifikasi masuk dalam kategori ‘urf fasid. %Z Shohibul Adhkar, M.H.