%0 Thesis %9 Masters %A Ummi Khanifah Hrp, NIM.: 23205012019 %B FAKULTAS USHULUDDIN, STUDI AGAMA DAN PEMIKIRAN ISLAM %D 2025 %F digilib:74502 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %K Eksistensialisme, Kebebasan, One Piece, Filsafat, Budaya Populer, Kiekergard, Nietzsche, Sartre, Camus, Pemikiran Muhammad Iqbal %P 131 %T EKSISTENSIALISME DALAM ANIMASI ONE PIECE %U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/74502/ %X Penelitian ini berangkat dari premis bahwa animasi populer, sebagai teks budaya kontemporer, merupakan ruang valid untuk menyingkap problematika eksistensi manusia. Anime One Piece, sebuah fenomena global, sarat akan narasi perjuangan identitas, krisis makna, dan pencarian kebebasan otentik yang melampaui sekadar fiksi petualangan. Kajian akademis terhadap One Piece selama ini cenderung berfokus pada analisis sosiologis, semiotis, dan moral. Akibatnya, terjadi kekosongan kritis dalam eksplorasi filosofis yang mendalam mengenai dimensi internal dan subjektif karakter, seperti pencarian makna, otentisitas, dan kebebasan. Penelitian ini mengisi celah tersebut dengan menganalisis bagaimana konsep kebebasan manusia direpresentasikan dalam narasi animasi One Piece dan mengkajinya secara komprehensif menggunakan perspektif filsafat eksistensialisme, baik dari tradisi Barat maupun Islam. Menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi dokumentasi, data primer berupa adegan, konflik, dan dialog kunci dari anime One Piece dianalisis secara mendalam menggunakan kerangka teori eksistensialisme dari Søren Kierkegaard (lompatan iman), Friedrich Nietzsche (kehendak untuk berkuasa), Jean Paul Sartre (kebebasan radikal dan mauvaise foi), Albert Camus (pemberontakan absurd), dan Muhammad Iqbal (Khudi/Diri). Hasil penelitian menunjukkan bahwa narasi One Piece secara konsisten memanifestasikan gagasan-gagasan eksistensial. Dunia fiksinya berfungsi sebagai ruang simbolik di mana karakter “dikutuk untuk bebas” dan harus menciptakan esensi mereka sendiri melalui pilihan-pilihan radikal. Tokoh utama, Monkey D. Luffy, dianalisis sebagai perwujudan pahlawan pemberontak Camusian dan kandidat Übermensch Nietzschean yang menciptakan sistem nilainya sendiri. Perjuangan karakter lain, seperti penolakan Sanji terhadap determinisme keluarganya dan pilihan otentik Nico Robin untuk “ingin hidup”, diinterpretasikan sebagai pemberontakan melawan mauvaise foi (itikad buruk) Sartrean. Selanjutnya, konsep Khudi dari Iqbal digunakan untuk menjelaskan proses pembentukan dan penguatan Diri yang dialami para karakter melalui perjuangan dan komitmen. Kesimpulannya, One Piece menyajikan kebebasan bukan sebagai kondisi statis, melainkan sebagai sebuah proyek eksistensial lintas tradisi. Kebebasan ini dimulai dari pilihan radikal individu (Sartre/Kierkegaard), diekspresikan melalui pemberontakan afirmatif terhadap tatanan absurd (Camus/Nietzsche), dan bertujuan akhir pada aktualisasi Diri (Khudi) yang transformatif dan etis (Iqbal). Serta penelitian ini menegaskan bahwa media populer seperti anime mampu menjadi medium yang valid untuk refleksi filosofis yang kompleks mengenai makna hidup, kebebasan, dan tanggung jawab individu. %Z Dr. Alim Roswantoro, M.Ag.