TY - THES ID - digilib7770 UR - https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/7770/ A1 - SIDIK MURSIDI, NIM.07530030 Y1 - 2013/01/03/ N2 - Para ulama berbeda pendapat berkenaan dengan turunnya wahyu pertama. Ada yang berpendapat turunnya wahyu pertama adalah surat al-Fatihah. Ada juga yang mengatakan, surat al-Duha merupakan wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Sementara mayoritas ulama berpendapat bahwa turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad adalah surat al-?Alaq 1-5. Ketiga argumentasi tersebut berkenaan dengan pewahyuan pertama didasarkan kepada hadis Nabi melalui riwayat yang berbeda-beda. Salah satu ulama yang mengatakan turunnya wahyu pertama surat al-?Alaq 1-5 adalah Muhammad Husain al-Tabataba?i. Sebagai orang Syi?ah, ia cenderung berbeda dengan mayoritas Syi?ah lainnya yang mengatakan turunnya wahyu pertama adalah surat al-Fatihah. Perbedaan Muhammad Husain al-Tabataba?i dengan ulama Syi?ah lainnya menandakan bahwa ia telah memposisikan dirinya sebagai Syi?ah Itsna Asyara yang netral dan tidak fanatik ke Syi?ahan. Dalam uraian penafsirannya tentang surat al-?Alaq 1-5, ia selalu berpegangan pada al-Qur?an dan hadis serta perkataan para sahabat dan tabi?in. Pendapat para ulama juga menjadi rujukan Muhammad Husain al-Tabataba?i dalam menafsirkan surat al-?Alaq 1-5. Tidak hanya dari kalangan ulama Syi?ah, sunni pun menjadi referensi untuk memperkuat penafsirannya. Di samping itu, ia juga menguraikan pendapatnya sendiri melalui pendekatan sejarah, kebahasaan, dan filsafat untuk menafsirkan kata perkata atau kalimat perkalimat beserta maksudnya. Dalam teori penafsiran, ia menggunakan metode tahlili, yaitu menafsirkan ayat-ayat al-Qur?an dengan memaparkan aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-maknanya sesuaikan dengan keahliannya dan kecenderungan mufasir. Oleh karena itu, dari berbagai rujukan dan pendekatan tersebut, Muhammad Husain al-Tabataba?i berpendapat bahwa yang dimaksud iqra adalah kumpulnya beberapa huruf atau kalimat dalam suatu bacaan. Jadi instruksi membaca yang diserukan kepada Nabi Muhammad Saw adalah membaca teks bukan konteks. Selain itu, ia juga berpendapat bahwa instruksi membaca pada turunnya wahyu pertama itu khitabnya kepada Nabi Muhammad Saw, agar setelah dinobatkan sebagai Rasul dan Nabi, beliau diharapkan untuk menyampaikan pesan-pesan Tuhan kepada umat, sekalipun sebelumnya beliau tidak pernah membaca dan menulis. Dari uraian di atas, terlihat perbedaan penafsiran Muhammad Husain al-Tabataba?i dengan pakar tafsir lainnya, semisal Muhaddisin yang tafsirnya cenderung kepada hadis saja, para teolog (Mutakallimun) yang cerderung pada penafsiran ideologis, yang hanya berpatokan pada madzhab tertentu tanpa berpandangan pada madzhab lainnya, dan ulama tasawuf yang cenderung pada penafsiran secara batin saja, tanpa melihat aspek dahirnya. PB - UIN SUNAN KALIJAGA M1 - skripsi TI - PENAFSIRAN MUHAMMAD HUSAIN AL-TABATABA?I TERHADAP SURAT AL-?ALAQ 1-5 DALAM AL-MIZAN FI TAFSIR AL-QUR?AN AV - restricted ER -