%A NIM. 98532583 M IRSYADUL IBAD %T KONSEP WAHYU MENURUT NASIR HAMID ABUZAYD DALAM MAFHUM AN-NASS DIRASAH FI ULUM AL QUR;AN %X Para ulama sebagaimana dikutip Amin al-Khuli membagi khasanah intclektual Islam kc dalam tiga bagian: 1. llmu yang matang dan final yaitu ilmu nahwu dan ilmu ushul. 2. Ilmu yang matang tetapi belum final yaitu ilmu fiqh dan ilmu hadits. 3. Ilmu yang belum matang dan belum final yaitu ilmu bayan dan ilmu tafsir. Apabila kita lihat pembagian ini, barangkali kita boleh berbangga bahwa ilmu yang berkaitan langsung dengan al-Qur'an (yakni tafsir) masuk dalam kategori ilmu yang bclum matang atau final. Ini berarti masih terbuka lebar .peluang untuk mengadakan pembaharuan terus menerus baik menyangkut pcnafsiran ayat-ayat tertentu maupun perangkat metodologinya (baca: uhim el­ taBdr/al-Qur'an). Namun demikian pembaharuan ilmu-ilmu al-Qur'an masih dihadapkan pada: terjadinya perluasan wilayah tak tcrpikirkan (meminjam istilah Arkoun) dimana terdapat wilayah-wilayah yang tidak boleh dijamah serta dilanggar oleh pikiran-pikiran kritis ilmiah, Hal demikian tampak sekali pada kasus yang menimpa Nasr AbuZaid. Celakanya lagi pengganjalan-pengganjalan ini tidak semata-mata berrsifat akademis tetapi mengarah pada upaya-upaya politis terentu. Terlcpas dari kontroversi tersebut skripsi ini hcndak secara khusus mcmperbincangkan upaya rckonstruksi ilmu-ilmu al-Qur'an (ulUin el­ Qur'an) yang ditawarkan Abu- Zaid. Untuk itu tulisan ini Iebih banyak mcndiskusikan gagasan-gagasan tcrsebut dalam masterpiece-nya MaflzUin el­ Nas Dirasah fi Ulum al-Qur'an disamping juga merujuk pada karya-karyanya yang lain. Ilmu-ilmu al-Qur'an discbut ilmu induk dan yang menjadi obyck adalah teks al-Qur'an. Dalam tcori bahasa, teks menggunakan bahasa, sementara bahasa adalah sistem tanda berupa simbol. Bahasa merupakan simbol realitas yang diabstraksikan dalam pikiran. Untuk bisa mengkomunikasikan hasil abstraksi, dipcrgunakan simbol berupa bahasa. Karena itu bahasa tidak lcpas dari realitas dan kebudayaan dalam ruang dan waktu. Maka tak dapat dibantah al-Qur'an juga tidak bisa lepas dari rcalitas dan budaya setempat, karena ia telah memilih instrumen kebudayaan (bahasa) ruang dan wilayah yang memiliki kebudayaan tertentu. Artinya, terjadi dialog antara al-Qur'an dan realitas-budaya masyarakat Arab saat itu scsuai dengan tingkat pemahamannya. Apalagi ia merupakan risdlsh yang mengandaikan penyampaian pesan-pesan yang harus difahami oleh penerimanya. Analisis teks digunakan untuk mengkaji (bukan mengaji) al-Qur' an karcna bcberapa pcrtimbangan: (1) Allah SWT scbagai pcnyampai pcsan tidak bisa dikaji secara ilrniah untuk menangkap makna pesan-pesannya, sehingga kajian-kajian terhadapnya hanya akan menjcrumuskan pada stetemen-statemen retorik (al-aqawilah al-khithabiyah) yang mcnyimpang dari tugas ilmiah; (2) kajian ilmiah yang memerlukan data-data empiris hanya bisa dilakukan pada fenomena realitas-budaya baik pada penerima (Nabi dan masyarakat) serta medium yang digunakan (bahasa), Akhirnya, penelitian ini akan mencoba melihat bagaimana Nasr Hamid Abu"Zayd melihat wahyu scbagai konsep dari bahasa yang berdialektika dengan realitas-budaya Arab, sebagai konteks turunnya al-Qur'an. Bahwa teks (al­ Qur'an) terbentuk dad realitas-budaya dan rnembentuknya. Al-Qur'an mengambil bahan-bahan dari rcalitas-budaya (katakanlah: Arab) kemudian membentuk realitas-budaya tertentu. %D 2013 %K nasir hamid, wahyu, islam %I PERPUSTAKAAN UIN SUNAN KALIJAGA %L digilib9717